Jakarta, CNN Indonesia -- Panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ikut bersuara mengenai wacana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka mensinyalir revisi kali ini terlihat dimaksudkan untuk melemahkan KPK.
Juru bicara pansel KPK Betti Alisjahbana mengungkapkan apresiasinya atas munculnya penolakan dari Presiden Joko Widodo terhadap rencana revisi itu. Menurut dia, kalau UU KPK tak direvisi maka keinginan untuk memperkuat KPK bisa untuk dilakukan. Selain itu, masih banyak hal yang harus KPK lakukan dan itu semua butuh UU KPK yang sekarang.
"Kita butuh KPK yang kuat karena masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan agar negara kita efektif mencegah dan memberantas korupsi," ujar Betti saat ditemui di kawasan Kalibata, Sabtu (20/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam UU KPK yang sekarang, kata Betti, KPK diberi kewenangan dan tanggung jawab sebagai supervisi perkara pemberantasan korupsi. Betti pun khawatir revisi itu malah membuat kewenangan KPK tersebut hilang dan akhirnya membuat KPK menjadi lemah. "Saya kira itu tanggung jawab yang besar dan jangan sampai terjadi pelemahan terhadap KPK," katanya.
Meski begitu, menurut Betti, wacana revisi UU KPK tidak akan mengganggu proses seleksi calon pimpinan KPK. Hal tersebut disebabkan pansel hanya benar-benar bertugas mencari calon pimpinan KPK.
Sebelumnya di Istana Negara, Ruki mengungkapkan, Presiden Jokowi menolak rencana dan usul revisi UU KPK. Penolakan dilakukan karena Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi ditujukan untuk kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, namun KPK akan tetap membantu mengawasi.
"Pesan Presiden untuk KPK, Kejaksaan, dan Polri bekerja secara sinergi, tetapi yang paling menggembiarakan, dengan tegas Presiden mengatakan bahwa tidak ada keinginan Presiden melemahkan KPK. Oleh karena itu, revisi UU KPK, Presiden menolak," ujar Ruki.
Pernyataan itu disampaikan Ruki dalam konferensi pers yang dilakukan setelah rapat terbatas (ratas) soal strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (19/6).
Ruki mengaku, keputusan yang diambil Jokowi telah membuat KPK lega dan bebas dari rasa saling curiga. Selanjutnya, pencegahan dan penindakan korupsi akan tetap berjalan seperti yang selama ini telah dilakukan.
(ded/ded)