Presiden Jokowi Tolak Revisi UU KPK

Resty Armenia | CNN Indonesia
Jumat, 19 Jun 2015 18:28 WIB
Kepastian penolakan Presiden Jokowi atas inisiatif DPR merevisi UU KPK didapat pimpinan KPK saat hadir dalam rapat pemberantasan korupsi di Istana hari ini.
Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurrachman Ruki melakukan konferensi pers bersama Kepala Bappenas Andrinof Chaniago, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, dan Jaksa Agung M Prasetyo di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (19/6). (CNN Indonesia/Resty Armenia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurrachman Ruki mengungkapkan, Presiden Joko Widodo menolak rencana dan usul revisi Undang-Undang KPK. Penolakan dilakukan karena Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi ditujukan untuk kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, namun KPK akan tetap membantu mengawasi.

"Pesan Presiden untuk KPK, Kejaksaan, dan Polri bekerja secara sinergi, tetapi yang paling menggembiarakan, dengan tegas Presiden mengatakan bahwa tidak ada keinginan Presiden melemahkan KPK. Oleh karena itu, revisi UU KPK, Presiden menolak," ujar Ruki.

Pernyataan itu disampaikan Ruki dalam konferensi pers yang dilakukan setelah rapat terbatas (ratas) soal strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (19/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ruki mengaku, keputusan yang diambil Jokowi telah membuat KPK lega dan bebas dari rasa saling curiga. Selanjutnya, pencegahan dan penindakan korupsi akan tetap berjalan seperti yang selama ini telah dilakukan.

Menurut Ruki, kualitas pelayanan publik belum baik, rantai birokrasi masih panjang, dan pelayanan satu pintu (Indonesia National Single Window) kurang baik. "Pintu satu tetapi meja banyak. Itulah yang menjadi pantauan kami," katanya.

Diberitakan sebelumnya, DPR menjadi inisiator dalam rencana merevisi UU KPK. Bahkan revisi itu telah masuk dalam program legislasi nasional tahun ini.

Rencana melakukan revisi UU KPK selama ini kerap menuai pro dan kontra. Keinginan merevisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK itu terakhir dibahas tahun 2012. Draf revisi UU KPK yang diajukan Komisi Hukum DPR saat itu dinilai melemahkan fungsi lembaga antirasuah.

Sebut saja draf yang mengatur soal penyadapan dan penuntutan. UU KPK yang ada saat ini memberi kewenangan luas kepada KPK dalam melakukan upaya penyadapan tanpa perlu meminta izin pengadilan dan tanpa menunggu bukti permulaan yang cukup.

Namun dalam draf itu, KPK diwajibkan meminta izin tertulis dari ketua pengadilan negeri sebelum melakukan penyadapan dan harus mengantongi bukti permulaan yang cukup. Hanya dalam keadaan mendesak saja penyadapan dapat dilakukan tanpa meminta izin tertulis ketua pengadilan negeri. Frasa "keadaan mendesak" ini tentu saja sangat terbuka untuk diperdebatkan.

Draf itu mendapat penolakan dengan sejumlah argumentasi, di antaranya permintaan izin dapat menyebabkan kebocoran informasi; menimbulkan konflik kepentingan jika penyadapan terkait pemberi izin; dan memperpanjang birokrasi yang justru menyulitkan proses penyelidikan dan penyidikan di KPK. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER