Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu kawasan paling sibuk di DKI Jakarta adalah Harmoni. Di kawasan ini terdapat pusat pemberhentian bus Transjakarta. Nama Harmoni sendiri berasal dari sebuah gedung megah yang dulu berdiri di kawasan ini, Societeit Harmonie. Namun saat ini gedung tersebut sudah rata dengan tanah berubah menjadi kawasan parkir Sekretariat Negara.
Sejarawan Alwi Shahab mengatakan, Harmoni dibangun pada tahun 1810. “Gedung itu tempat orang Belanda bersenang-senang dan mencari hiburan,” kata Alwi kepada CNN Indonesia, medio Juni lalu.
(Baca juga: Menteng: Sebuah Cerita soal Ujung Jakarta)Gubernur Jenderal VOC juga kerap menggunakan gedung tersebut untuk menerima tamu penting. Pada jaman Belanda berkuasa, Gedung Harmoni menurut Alwi adalah gedung yang paling mewah dan bergengsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mulanya, Gedung Harmoni adalah sebuah benteng pertahanan bernama Rijswijk. Benteng ini dibangun untuk melindungi Kota Batavia yang dulu berpusat kawasan Kota Tua.
Sempat rusak dan tak terurus akibat kerusuhan etnis Tionghoa pada tahun 1740, Risjwijk kembali dibangun pada tahun 1810 pada masa Gubernur Jenderal Herman Willem Deandels berkuasa.
(Baca juga: Buah Karya 'Pajak Lendir' Era Bang Ali Pimpin Jakarta)
Pembangunan yang diprakasai oleh Dendels ini kemudian dilanjutkan oleh Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamford Bingley Raffles.
Gedung Harmoni dihancurkan pada tahun 1985. Pemerintah saat itu menghancurkan gedung bersejarah itu karena untuk melebarkan jalan. Gedung megah yang dulu berdiri tersebut saat ini tak ada lagi bekasnya berubah menjadi lahan parkir Gedung Sekretariat Negara.
Sebagai kawasan yang dekat dengan pusat pemerintahan Belanda, di kawasan ini dulu banyak dibangun gedung-gedung penting.
Salah satunya Hotel Des Indes yang berada Jalan Gajah Mada, tak jauh dari Sekretariat Negara. Menurut Alwi, sama seperti Harmoni, Hotel Des Indes kini tak lagi tersisa. Bangunannya sudah dihancurkan dan sudah berganti pusat perbelanjaan.
(Baca juga: Jilakeng, Benih Pelacuran di Jantung Batavia)Semula bangunan yang berdiri di sana adalah asrama putri. Setelah jatuh ke tangan seorang Perancis, Antoine Surleon Chaulan, sebuah hotel bernama Hotel de Provence dibangun. Sempat berganti nama menjadi Roterdam Hotel, Douwes Dekker kemudian mengsulkan nama hotel ini diubah menjadi Hotel Des Indes.
Hotel ini merupakan salah satu saksi sejarah perjuangan karena dijadikan lokasi penandatanganan Perjanjian Roem Royen tahun 1949. Setelah Indonesia merdeka, hotel ini diambil alih pemerintah dan diganti namanya menjadi Hotel Duta Indonesia.
Namun sayang, keberadaanya tak bisa dipertahankan. Tahun 1971 hotel ini dibongkar dan berganti menjadi komplek pertokoan sampai saat ini.
(sip)