LIPUTAN KHUSUS ULTAH JAKARTA

Gang Tangki, Serupa 'Hollywood' di Pusat Jakarta

Tim CNN Indonesia | CNN Indonesia
Senin, 22 Jun 2015 16:10 WIB
Tangkiwood menjadi magnet bagi para seniman muda pada waktu itu. Tak pernah sepi pengunjung. Berbekal karcis masuk, warga ibu kota dapat menikmatinya.
Seniman senior ibu kota, Laila Sari, yang hingga kini tinggal di Tangkiwood. (CNN Indonesia/Abraham Utama)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kehidupan sosial era pemerintah kolonial Belanda mewariskan ibu kota Jakarta sebuah tempat bernama Princen Park. Sebuah pusat hiburan yang terletak di kawasan Sawah Besar yang merupakan cikal bakal munculnya kampung artis ibukota: Tangkiwood.

Pewarta kawakan Alwi Shahab dalam bukunya yang berjudul Betawi: Queen of The East menyebut Princen Park adalah sebuah pasar. Berbagai hiburan tersaji setiap malam di sana, dari pemutaran gambar idoep, musik hingga pertunjukan tonil.

“Juga sering diadakan perlombaan keroncong yang menampilkan penyanyi-penyanyi beken waktu itu,” kata Alwi dalam bukunya. (Baca juga: Buah Karya 'Pajak Lendir' Era Bang Ali Pimpin Jakarta)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alwi memaparkan, para artis hingga pegawai Princen Park datang dari berbagai daerah. Karena mereka bekerja setiap hari di tempat itu, pihak pengelola taman hiburan lantas berinisiatif menyediakan tempat tinggal bagi mereka di sebuah perkampungan, di belakang Princen Park. Kampung itu masuk wilayah administratif Kelurahan Tangki.

“Persis di belakang Taman Hiburan Rakyat Lokasari—sebutan bagi Princen Park saat ini—itulah letak kampung Tangkiwood,” tulis Alwi.

Cerita yang sedikit berbeda diutarakan Laila Sari. Seniman tiga zaman itu yang umurnya sudah menginjak kepala delapan itu mengaku ingat persis munculnya kampung artis itu.  (Baca juga: Jilakeng, Benih Pelacuran di Jantung Batavia)

Kepada CNN Indonesia Laila bertutur, pemilik Princen Park, Tan Ing Hi, merasa iba kepada para seniman yang setiap malam bekerja di taman hiburannya. Seniman yang mayoritas merupakan perantau itu terpaksa merebahkan badan di panggung-panggung karena tak memiliki rumah di Jakarta. 
Seniman senior Ibu Kota, Laila Sari. (CNN Indonesia/Abraham Utama)


“Jadi dia bikin kompleks untuk mereka. Semuanya , dari mana-mana kumpul jadi satu. Siapa saja yang mau, tinggal di situ. Yang penting jangan tidur di atas panggung,” kata Laila, awal Juni lalu.

Menurut Laila, pemukiman yang disediakan pemilik Princen Park itu bukanlah rumah permanen berbahan batu dan beton. Setiap seniman beserta keluarganya diberi sepetak tempat tinggal yang bermaterialkan papan.

“Bilik-bilik tapi bagus. Intinya supaya artis nggak kelihatan keleleran tidur di atas panggung,” ucapnya.

Spontanitas Bing Slamet

Princen Park tidak pernah sepi pengunjung. Berbekal karcis masuk, warga ibukota dapat menikmati berbagai keriaan di tempat itu. (Baca juga: Rayuan Binal dari Atas Becak di Kawasan Senen)

Menyaksikan film gerimis bubar, dansa-dansi,ber judi hingga mengitari taman air dengan perahu merupakan aktivitas wajib di Princen Park.

Tak hanya pengunjung, Laila menuturkan, tempat itu menjadi magnet bagi para seniman muda. Ia berkata, para pengisi hiburan itu datang dari berbagai daerah. Laila misalnya, lahir di Padang sebelum mengadu nasib bersama orangtuanya di Princen Park.

Rupanya pencari bakat dan pelaku industri perfilman saat itu juga kepincut datang ke Princen Park. Laila mengibaratkan tempat itu seperti toko serba ada: pemain sandiwara dari berbagai usia sampai pemain musik yang berpotensi mengisi scoring musik film.

Suatu ketika pada dekade 1950-an, datanglah sekelompok komedian yang sedang naik daun. Laila mengingat tiga nama: Bing Slamet, Eddy Sud dan Ateng. Mereka tak hanya berkunjung ke Princen Park, tapi juga mengunjungi Gang Tangki.

“Besar juga nih Gang Tangki,” kata Laila menirukan ucapan Bing Slamet saat itu.

Dalam sebuah pembicaraan dengan beberapa seniman Gang Tangki, tiba-tiba Bing alias Ahmad Syech Albar mendapatkan ide.

“Bagaimana kalau Tangki ini kita sebut Tangkiwood. Nanti hari Minggu saya datang lagi ke sini. Nanti kita resmikan,” ujar Laila mengenang peristiwa itu.

Bing lantas menitipkan sejumlah uang kepada penghuni Gang Tangki. Ia berpesan, peresmian itu harus dilengkapi berbagai hidangan dan minuman. “Segala macam ada,” tutur Laila.

Sejarah mencatat, Tangkiwood memang tidak dapat menyaingi kebesaran pusat industri perfilman Amerika Serikat, Hollywood. Keberadaan Tangkiwood juga luntur seiring mengeringnya produksi film dalam negeri.

Namun Laila bersaksi, banyak seniman Gang Tangki berhasil menapaki dunia sinema. Seperti yang dicatat Alwi, sejumlah nama tenar pernah tinggal di sana, misalnya Rachmat Kartolo, Ida Djafar, M. Sardi, Mak Bibah, Idris Sardi Fifi Young, Tan Tjeng Bok, Wolly Sutinah dan Aminah Cendrakasih.

Penghasilan melimpah membawa mereka ke kompleks pemukiman yang lebih mentereng. Tapi tidak sedikit yang memilih bertahan di Tangkiwood.

Di penghujung 1960-an, Laila meninggalkan Gang Tangki. Ketika itu ia pindah ke Gang Badila, ke rumah seniman Murdadi Iskandar alias Burtje, yang menikahinya. Rumah itu tak sampai satu kilometer dari Gang Tangki.

Laila menuturkan, tak ada yang tersisa dari Tangkiwood. Rumah-rumah seniman yang pernah berjaya di masanya telah berganti rupa. “Sekarang jadi padat penduduk. Beda sekali,” katanya. (sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER