Kisah Ismail: Disiksa, Ditodong Pistol agar Mengaku Mencuri

CNN Indonesia
Sabtu, 27 Jun 2015 08:51 WIB
Penyiksaan dengan berbagai macam metode bukan cuma ada di Guantanamo, penjara militer AS yang dikenal sangar. Di RI, warga yang sial bisa bernasib serupa.
Ilustrasi. (Thinkstock/Alexei Novikov)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kengerian itu menancap di jantung Ismail hingga kini. Dia menceritakannya kembali kepada khalayak pada Hari Anti Penyiksaan Sedunia yang jatuh Jumat kemarin (26/6), pada acara Dengar Kesaksian Korban Menggugat Negara yang digelar di Gedung Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.

Ismail memulai kisahnya. Dua tahun lalu, saat ia bekerja sebagai koordinator teknisi Anjungan Tunai Mandiri (ATM), ada kasus kehilangan uang dengan nominal sekitar Rp 200 juta. Ismail lah yang dituduh mencurinya.

Dia didatangi penyidik Kepolisian tanpa ada surat panggilan sebagai saksi dalam kasus tersebut. Polisi menginterogasi Ismail, mendesaknya agar mengaku sebagai pencuri uang Rp 200 juta itu. Ismail tidak mau. Ancaman bertubi pun datang selama proses interogasi yang tak pendek.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Surat panggilan sebagai saksi dari Polres Jakarta Selatan baru diterima Ismail setelah menjalani interogasi pertama. Dia lalu seorang diri ke Polres. Di sana, polisi yang menginterogasinya masih orang yang sama dengan kali pertama ia diinterogasi.

Sepanjang diinterogasi, Ismail disiksa dengan berbagai macam metode. “Saya masuk ke ruangan Kepala Unit Reserse. Baru saja saya duduk, pintu ditutup dan meja langsung ditendang ke arah tulang kering saya," ujar Ismail.

Tiba di ruangan penyidik, pertanyaan kembali diajukan kepada Ismail. Nahas, jawabannya tidak memuaskan bagi penyidik. Ismail berkeras dia bukan pencuri uang Rp 200 juta di ATM.

Bukan penyangkalan yang diinginkan penyidik. Maka Ismail dipukul bertubi-tubi. Jika dia menjawab lupa, penyidik segera menjambak rambutnya. Ismail yang merasa tidak mencuri pun bingung mau menjawab apa.

Penyiksaan tak berhenti. Ismail dimasukkan ke dalam toilet dengan posisi jongkok. Pistol lantas ditodongkan ke pundaknya. “Kalau kamu tidak mengaku, akan saya tembak. Sudah banyak yang mati di sini. Saya tinggal bilang kamu berusaha kabur,” ujar Ismail menirukan ucapan sang penyidik kala itu.

Kata per kata masih ia ingat, bak selimut kengerian yang terus menyelubungi jiwanya.

Malam sekitar pukul 19.30 WIB, Ismail diajak keluar dan dimasukkan ke dalam mobil. Di mobil, dia disuruh membuka baju. Tangannya diborgol. Pertanyaan kembali diajukan penyidik. Ismail disuruh menyebutkan siapa saja anggota komplotannya.

Ismail bingung. Dia hanya mau berhenti disiksa. Ismail pun mengaku sebagai pencuri. Dia juga mengarang dongeng soal komplotan pencuri. Penyiksaan sejenak berhenti.

Tapi tak lama kemudian, penyidik baru datang. Interogasi dilanjutkan kembali di ruangan penyidik Kepala Unit Reserse. Kali ini Ismail ditelanjangi tanpa baju dan celana. Dengan tangan masih terborgol, perutnya kemudian ditendang.

Tangan dan badan Ismail dicambuk dengan gesper. Penyidik mendesak Ismail menceritakan uang yang diambil komplotannya dipakai untuk apa saja.

Tak cuma dicambuk, kepala Ismail dihantam bangku kayu. Tubuhnya kemudian dilempar ke lantai. Mulut disumpal dengan kaus kakinya sendiri. Penyiksaan makin mengerikan. Ismail mengaku mendapat pelecehan seksual.

Ismail makin tak tahan. Dia kembali mendongeng kepada penyidik. “Saya mengarang uangnya untuk hura-hura. Saya sebutkan kelompok saya si A, B, C, D. Semua saya karang,” kata Ismail.

Pengakuan sempurna Ismail berbuah surat penahanan dirinya. Ismail ditahan dua hari sampai kemudian dibebaskan dengan penangguhan.

Keluar dari tahanan, Ismail langsung mengadu ke LBH Jakarta. Dia pun dibawa ke rumsah sakit untuk divisum. Ismail sempat mengalami gangguan pada telinganya. Syukurlah kini telah sembuh dan dia dapat bekerja sebagai sopir taksi.

Kisah mengerikan macam itu tak hanya keluar dari mulut Ismail, tapi dari 12 korban penyiksaan aparat lain. Mereka semua trauma luar biasa. Butuh waktu berbulan-bulan untuk bisa keluar dan bangkit dari keterpurukan. (Baca: Kisah Kuswanto, Korban Salah Tangkap yang Dibakar Polisi)

Sampai saat ini kasus penyiksaan terhadap Ismail masih mengambang. Momen Hari Anti Penyiksaan Sedunia dan diajukannya Notifikasi Gugatan Warga Negara diharapkan dapat segera menyelesaikan kasus-kasus serupa.

Penyiksaan terhadap warga, bagi negara yang mengaku berdiri di atas hukum, sungguh memalukan dan tak dapat ditolerir.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER