Ruki: Dana Aspirasi Rawan Dana Fiktif dan Pemborosan

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Senin, 29 Jun 2015 21:31 WIB
Belum jelasnya sistem pengawasa membuat dana aspirasi potensial untuk digelapkan.
Taufigurracham Ruki, Plt Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (CNNIndonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurachman Ruki berpendapat ada potensi dana fiktif serta pemborosan dalam penggunaan dana aspirasi.

"Kalau dana aspirasi nantinya disetujui pemerintah, saya minta anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menaruh perhatian pada tata kelolanya. Jangan sampai ada dana fiktif dan harus transparan," kata Ruki saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta Selatan, Senin (29/6). (Baca juga: Sikap Demokrat di Dana Aspirasi Tegaskan Politik Dua Kaki SBY)

Ruki mengatakan DPR harus transparan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Ia meminta agar semuanya terangkum dalam laporan yang bisa diaudit.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nantinya daerah harus ikut mengawasi. Sekarang ini saya lihat sistem belum terbangun. Mereka (DPR) harus bicarakan dengan kementerian keuangan untuk bangun sistem pengawasan," katanya. (Baca juga: DPR: Tanpa Persetujuan Jokowi, Dana Aspirasi Tak Terealisasi)

Lebih lanjut, Ruki menilai dana aspirasi sebesar Rp 20 miliar per tahun tiap anggota untuk tiap-tiap daerah pemilihan merupakan jumlah yang kecil. Uang sebesar itu, kata Ruki, hanya cukup untuk membiayai beberapa program.

"Di Jawa, satu dapil bisa terdiri dari dua hingga tiga kabupaten. Di luar Jawa bisa 10 kabupaten. Dana ini mungkin hanya cukup untuk memperbaiki musala, sanitasi, atau atap sekolah," katanya.

Ia pun menilai ada potensi penggelapan dana aspirasi. "Namun kalau lihat jumlahnya yang hanya beberapa juta, tidak mungkin lah anggota DPR menggelapkannya,” katanya.

Sebelumnya, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai persiapan pembahasan RAPBN 2016 telah menimbulkan gejala kuat adanya perampokan sistematis anggaran rakyat untuk dana politik.

Dana politik tersebut ditengarai untuk persiapan pertarungan politik jangka panjang, baik di ajang Pemilihan Kepala Daerah maupun Pemilihan Presiden 2019.

Menurut Manajer Advokasi-Investigasi FITRA Apung Widadi, upaya menyedot dana politik dari APBN 2016 terlihat dari kuatnya ambisi Dewan Perwakilan Rakyat memperjuangkan dana aspirasi mencapai Rp 11,2 triliun serta upaya mencairkan dana bantuan partai politik hingga Rp 10 triliun pertahun.

Apung menilai, kedua dana tersebut bukanlah sebuah urgensi yang patut direalisasikan. Alasannya, kondisi perekonomian Indonesia saat ini tidak dalam keadaan yang sehat.

Dia pun mengimbau DPR dalam hal ini dapat meredam hasrat kepentingan kelompok dan mengedepankan kepentingan rakyat banyak.

BACA FOKUS: Duit Aspirasi di Tangan Jokowi (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER