Jakarta, CNN Indonesia -- Penolakan realisasi usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi oleh pemerintah membuat Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kesal. Kekecewaan mayoritas anggota DPR yang sudah menyetujui adanya dana aspirasi namun ditolak pemerintah itu dinilai sebagai bentuk nafsunya DPR terhadap anggaran.
“Melihat ngototnya DPR untuk mendapatkan dana aspirasi ini karena nafsu sekali sama anggaran,” kata pengamat anggaran politik dari Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky kepada CNN Indonesia, Sabtu (27/6). (Baca:
DPR Berang Pemerintah Tolak Dana Aspirasi)
Menurut Uchok sebagian besar anggota DPR ingin menguasai anggaran tanpa melihat batas-batas wewenang mereka sebagai legislatif. “Disahkan dana aspirasi ini oleh DPR tanpa ada payung hukum sebagai legitimasinya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uchok menyoroti bahwa dengan sudah disahkan dana aspirasi dalam rapat paripurna DPR baru-baru ini menunjukkan DPR ingin menekan pemerintah untuk meminta bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Direktur Centre for Budget Analysis itu mengatakan dampak buruk dari dana aspirasi bila disetujui pemerintah maka akan membebani APBN, pemborosan, dan berpotensi terjadinya korupsi berjamaah DPR. “Yang jelas bakal membebani APBN ketika anggaran dana aspirasi ada dalam APBN, tidak semua anggota DPR juga mempunyai perencanaannya,” tuturnya.
Artinya, lanjut dia, anggaran tiap tahunnya akan terbuang tanpa ada tujuan yang jelas. “Anggaran dana aspirasi ini akan boros karena terjadi tumpang tindih antara APBD kabupaten/kota, dengan provinsi, dan APBN,” ucap Uchok.
Uchok mengingatkan bahwa bisa saja dengan tidak adanya perencanaan yang baik dalam penggunaan dana aspirasi maka akan terjadi
double anggaran untuk satu wilayah. “Ini kan sama saja dengan menghambur-hambur uang pajak rakyat saja.”
Sedangkan terkait dengan peluang terjadinya korupsi, Uchok meyakini penggunaan dana tersebut sebagian nantinya tidak diperuntukkan dengan semestinya. “50 persen saja dana aspirasi sampai ke rakyat sudah harus bersyukur,” ujar Uchok. “Modus yang lain dari dana aspirasi adalah kemungkinan bisa jadi untuk proyek fiktif.”
Serupa dengan Uchok, politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko yang partainya menolak dana aspirasi menyatakan pihak yang seharusnya melaksanakan pembangunan di seluruh daerah adalah pemerintah. “Bukan DPR karena fungsi DPR hanya sebagai penyerap aspirasi rakyat yang meminta untuk dilakukannya pembangunan oleh pemerintah,” kata Budiman kepada CNN Indonesia.
Budiman menambahkan pemerintah daerah selama ini sudah berperan menjalankan pembangunan di masing-masing daerahnya baik dengan menggunakan APBD maupun APBN.
(obs)