Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas anggota Komisi Energi DPR, Jhonny Allen Marbun, menyangkal dirinya telah memerintahkan saksi kunci kasus suap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) Tahun 2013, Muhammad Iqbal, untuk kabur dan menghilangkan barang bukti.
Jhonny berdalih dirinya hanya berbicara dengan Iqbal yang saat itu menjadi ajudan mantan Ketua Komisi Energi DPR Sutan Bhatoegana. Pertemuan berlangsung di Bandara Kualanamu, Medan, sekitar akhir Mei 2013.
Saat itu, Jhonny mengatakan tak sengaja bertemu Iqbal dan akan melanjutkan perjalanan ke Danau Toba. Sejak pertemuan tersebut, Jhonny mengaku tak pernah berhubungan dengan Iqbal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak pernah (menyuruh Iqbal untuk mengganti ponsel) dan menghilangkan diri," kata Jhonny ketika bersaksi untuk Sutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (2/7).
Sebelum pertemuan di Kualanamu, Iqbal diketahui bertemu dengan tenaga ahli Sutan, Iryanto Muchyi dan menerima duit suap yang terbungkus amplop dalam sebuah paper bag. Duit diduga berasal dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai pelicin pembahasan APBNP 2013. (Baca:
Tenaga Ahli Sutan Bhatoegana Akui Terima Duit Pelicin APBN)
"Saya tanya ke Iqbal, 'Kau ketemu dengan Iryanto, ada itu? Apa isinya?' Dia jawab tidak tahu (ada uang atau tidak). Dia jawab isinya kertas dan ditaruh di meja Pak Sutan," ujarnya.
Kesaksian Jhonny bertentangan dengan apa yang dijabarkan Iqbal saat bersaksi untuk bekas bosnya. Iqbal mengaku Jhonny menyuruhnya untuk kabur setelah penerimaan duit suap dari Kementerian ESDM.
"Disampaikan Jhonny Allen Marbun kepada saya supaya saya menghilang dari peredaran," kata Iqbal, Senin (11/5). Selain itu, Iqbal mengaku kolega bosnya itu menyuruh dirinya untuk melenyapkan ponsel.
Iqbal dalam sidang juga mengaku mengetahui sandi dalam amplop untuk 48 anggota dewan. Di setiap amplop, tertulis tertulis huruf sandi P untuk Pimpinan, S untuk Sekretariat, dan A untuk Anggota.
"Saya lihat ada amplop yang robek, ada isinya dollar. Pecahan US$ 100," katanya. (Baca:
Sandi Bertebaran dalam Amplop Suap ESDM untuk DPR)
Merujuk berkas dakwaan, jumlah duit suap yang diberikan Kementerian ESDM kepada DPR senilai US$ 140 ribu. Daftar yang menerima duit suap, yakni empat pimpinan Komisi VII masing-masing sejumlah US$ 7.500, 43 anggota komisi VII masing-masing sejumlah US$ 2.500, dan satu orang Sekretariat Komisi VII sejumlah US$ 2.500.
Selanjutnya, duit dibagikan Sutan kepada Komisi Energi DPR untuk mengendalikan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian ESDM. Atas perbuatannya, Sutan dianggap melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
(obs)