Perdana Hadir di Rapat HAM, Moeldoko Minta Maaf ke Publik

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Kamis, 02 Jul 2015 15:37 WIB
Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan maaf dari publik diperlukan agar kasus pelanggaran HAM masa lalu bisa diusut tuntas.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (3/2). (CNN Indonesia/ Resty Armenia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Moeldoko berharap masyarakat bisa memaafkan pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) di masa lalu. Hal ini agar penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu bisa diusut tuntas.

"Demi kepentingan bangsa, kita tidak boleh melupakan sejarah. Memaafkan itu perlu supaya bangsa ini semakin baik. Not forget but forgive," ujar Moeldoko di Kejaksaan Agung, Kamis (7/2).

Dalam hal ini, Moeldoko menyadari betul pengusutan kasus HAM masa lalu perlu melibatkan masyarakat, baik korban atau keluarga yang mengalami langsung. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pernyataan Moeldoko tersebut disampaikan setelah menggelar rapat terbatas lanjutan di Kejaksaan Agung. Dalam pertemuan tersebut satuan tugas bersama sepakat membentuk tim komite kebenaran penyelesaian masalah HAM masa lalu yang beranggotakan 15 orang anggota. (Baca Juga: Jaksa Agung: Ada Titik Terang dalam Kasus HAM Masa Lalu)

Komisioner Komnas HAM Nur Kholis mengaku kaget Moeldoko mau menyempatkan diri datang dalam pertemuan yang sempat dua kali tidak dihadirinya. Nur Kholis mengatakan telah menyampaikan hasil penyelidikan sejumlah kasus pelanggaran HAM berat termasuk kepada kalangan militer.

"Saya terkejut Pak Moeldoko hadir. Pada dua rapat sebelumnya dia tidak hadir. Pak Moeldoko sudah mulai membuka dialog," ujar dia.

Komnas HAM diketahui telah menyelesaikan penyelidikan tujuh kasus pelanggaran HAM masa lalu dan menyerahkan berkasnya kepada Kejaksaan Agung. Namun laporan itu tidak pernah sampai berujung ke ranah peradilan lantaran hasil temuan Komnas HAM dianggap minim alat bukti.

Alih-alih diselesaikan lewat jalur peradilan, Kejaksaan dan unsur lembaga pemerintah dan militer menghendaki upaya penyelesaian ditempuh lewat jalur rekonsiliasi. Keputusan itu disepakati setelah rapat koordinasi dijalin secara intensif dan bertahap hingga akhirnya sampai pada keputusan pembentukan tim komite kebenaran penyelesaian masalah HAM masa lalu yang beranggotakan 15 orang. (Lihat Juga: Pemerintah Masih Pertimbangkan Pengadilan HAM Ad-Hoc)

Sejumlah kasus pelanggaran berat HAM yang telah diselidiki Komnas HAM di antaranya adalah kasus pembantaian massal 1965, penembakan misterius, kasus Talangsari (Lampung), kerusuhan Mei 1998, dan penculikan sejumlah aktivis.

Selain Nur Kholis dan Moeldono, dalam rapat terbatas lanjutan kali ini turut pula dihadiri oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Jaksa Agung H.M Prasetyo, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Sementara itu, dihubungi secara terpisah, Ketua Komnas HAM Hafid Abbas mengapresiasi pembentukan tim gabungan kasus HAM tersebut. Menurutnya, tim ini merupakan sebuah terobosan politik dan komitmen Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu.

Meski demikian, Hafid mengatakan tim gabungan masih membutuhkan payung hukum, berbentuk UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, agar bisa bekerja maksimal.

"Komnas HAM ada dalam tim gabungan tersebut, padahal rekonsiliasi bukan kewenangan dari Komnas HAM. UU KKR bisa jadi payung hukumnya," ujar dia. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER