Jokowi Diminta Gunakan UU untuk Cari Pengganti Moeldoko

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Kamis, 04 Jun 2015 16:45 WIB
Meski memiliki hak prerogatif, Presiden diharapkan menggunakan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI sebagai acuan saat menunjuk pengganti Moeldoko.
Presiden Joko Widodo (tengah) bersama Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko (kiri) serta KASAD Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kanan) berjalan bersama usai meresmikan pembangunan Rumah Sakit Ridwan Meuraksa Kodam Jaya, Pinang Ranti, Jakarta Timur, Rabu (13/5). (ANTARA FOTO/Roni)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi I DPR RI selaku mitra kerja TNI pun meminta Presiden Jokowi memperhatikan aspek peraturan perundang-undangan dalam memilih calon pengganti Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Hal tersebut dilontarkan mengingat tepat pada 1 Agustus mendatang, Moeldoko akan memasuki usia pensiun.

Anggota Komisi I, Tubagus Hasanuddin, meminta Jokowi memperhatikan segala sisi yang tercantum dalam perundang-undangan pemilihan Panglima TNI selanjutnya.

"Saya bicara atas dasar Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mengatakan Panglima TNI dijabat oleh perwira aktif, mereka yang pernah, atau sedang menjabat sebagai Kepala Staf baik Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara," kata Hasanuddin saat ditemui di kompleks DPR RI, Kamis (4/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Memang hak prerogatif ada di presiden, tapi tetap presiden harus memperhatikan Undang-Undang yang ada," ujar politisi asal PDI Perjuangan itu.

Hasanuddin pun mengatakan jika penjelasan tersebut bisa menjadi kunci, meskipun ada yang mengatakan UU tersebut bisa disalahi atau diterobos dengan pertimbangkan politik pertahanan. Namun begitu, politik pertahanan ada dalam UU Pertahanan Negara dan berbeda dengan UU TNI.

"Politik pertahanan itu kita defensif aktif, strateginya seperti itu," ujarnya. "Sehingga pemilihan Panglima TNI sudah ada acuannya yaitu di UU TNI. Lalu mengapa harus bergilir? Pembuat UU memikirkan untuk menjaga kohesi antara AD, AL, dan AU."

Menurut Hasanuddin, para Kepala Staf Angkatan memiliki hak yang sama (untuk menjadi Panglima TNI). Meskipun nantinya masyarakat harus patuh pada hak pretogatif yang dimiliki Jokowi, Hasanuddin tetap mengingatkan agar sang presiden memperhatikan semua aspek.

"Jika presiden tak memilih KSAU (Marsekal Madya Agus Supriyatna) sebenarnya tidak melanggar, tapi tidak memperhatikan UU," kata Hasanuddin.

"Jika mengacu pada UU rohnya adalah bergilir tapi kata 'dapat' bisa ditafsirkan bergilir atau tidak. Namun lebih baik bergilir agar menjaga kohesi dan struktur karier di TNI," katanya.

Sebelumnya Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto menyatakan pengganti Panglima TNI Jenderal Moeldoko tak harus dari Angkatan Udara. Penunjukan bergantung pada kebutuhan politik pertahanan Presiden Jokowi.

Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, dalam Pasal 13 disebutkan bahwa jabatan Panglima dapat diemban secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

Jenderal Moeldoko yang menjabat Panglima TNI saat ini berasal dari Angkatan Darat, sedangkan jabatan itu sebelumnya diemban oleh Laksamana Agus Suhartono dari Angkatan Laut. Maka bila bergantian, pengganti Moeldoko akan berasal dari TNI AU, dan KSAU saat ini merupakan Marsekal Agus Supriatna. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER