Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung H.M Prasetyo mengakui upaya penyelesaian pelanggaran berat hak asasi manusia dengan cara rekonsiliasi mendapat penolakan dari masyarakat, terutama korban dan keluarganya. Rekonsiliasi dinilai pilihan yang bakal ditempuh untuk menuntaskan kasus HAM masa lalu.
"Ya memang, keputusan apapun pasti ada pro dan kontra. Kami menginginkan yang terbaik seperti apa. Bagaimanapun kami harus bisa menentukan sikap," ujar Prasetyo kemarin.
(Lihat Juga: Perdana Hadir di Rapat HAM, Moeldoko Minta Maaf ke Publik)Prasetyo mengatakan Kejaksaan Agung bakal berperan lebih aktif dalam penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu dengan menjalin kerja sama secara intensif bersama Komnas HAM. Dalam hal ini, laporan Komnas HAm soal pelanggaran HAM dijadikan sebagai rujukan penyelesaian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komnas HAM diketahui telah menyelesaikan penyelidikan tujuh kasus pelanggaran HAM masa lalu dan menyerahkan berkasnya kepada Kejaksaan Agung. Namun, laporan itu tidak pernah sampai berujung ke ranah peradilan lantaran hasil temuan Komnas HAM dianggap minim alat bukti.
(Lihat Juga: Pemerintah Masih Pertimbangkan Pengadilan HAM Ad-Hoc)Alih-alih diselesaikan lewat jalur peradilan, Kejaksaan dan unsur lembaga pemerintah dan militer menghendaki upaya penyelesaian ditempuh lewat jalur rekonsiliasi. Keputusan itu disepakati setelah rapat koordinasi dijalin secara intensif dan bertahap hingga akhirnya sampai pada keputusan pembentukan tim komite kebenaran penyelesaian masalah HAM masa lalu yang beranggotakan 15 orang.
"Artinya sudah mulai ada persamaan sikap dan pandangan. Bahwa kami lebih melihat penyelesaian dengan non yudisial itu lebih efektif dan lebih memungkinkan untuk menyelesaikan masalah ini," ujar dia.
Menurut Prasetyo, 15 anggota tim komite itu nantinya bertugas untuk mempersiapkan penyelesaian rekonsiliasi secara non yudisial. Persiapan itu dilakukan melalui, di antaranya, sosialisasi dan penjelasan agar masyarakat bisa memahami dan menerimanya.
Sejumlah kasus pelanggaran berat HAM yang telah diselidiki Komnas HAM di antaranya adalah kasus pembantaian massal 1965, penembakan misterius, kasus Talangsari (Lampung), kerusuhan Mei 1998, dan penculikan sejumlah aktivis.
Sementara itu, Ketua Komnas HAM, Hafid Abbas mengatakan pembentukan tim gabungan yang terdiri atas anggota Komnas HAM dan berbagai elemen penegak hukum tersebut merupakan sebuah terobosan politik, terutama dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.
(Baca Juga: KontraS Tolak Pembentukan Tim Gabungan Rekonsiliasi)"Dari dulu penyelesaian pelanggaran HAM oleh Komnas HAM selalu mandek di pihak penegak hukum. Saya mengapresiasi pembentukan tim ini sebagai keinginan serta janji Jokowi dan Jusuf Kalla untuk menuntaskan kasus ini," kata Hafid saat dihubungi CNN Indonesia.
Hafid mengakui selama ini pihaknya telah membentuk tim independen - saat itu diketuai oleh Roichatul Aswidah - untuk mengusut pelanggaran HAM berat masa lalu. Namun, saat itu, hasil selalu terkendala di pihak Kejaksaan, yang menyebabkan penyidikan kasus tidak pernah bergerak dari titik temuan Komnas HAM.
"Ada stagnasi. Sudah lebih 10 tahun tidak ada langkah konstruktif. Saya harap dengan bergabungnya berbagai elemen penegak hukum, kasus bisa lebih cepat diselesaikan," kata Hafid.
(utd)