Jakarta, CNN Indonesia --
Jaksa Agung HM Prasetyo berpendapat penyadapan perlu diatur secara khusus. Ia menilai perlu adanya batasan-batasan dalam penggunaan alat sadap oleh lembaga-lembaga negara.
"Di satu sisi, penyadapan memang diperlukan, terutama untuk pengusutan perkara korupsi. Di sisi lain, kewenangan itu harus dijaga sebaik-baiknya. Jangan diobral," kata Prasetyo saat ditemui di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta Selatan, Selasa (30/6).
Prasetyo menilai penyadapan perlu diatur sedemikian rupa sehingga tidak menyulitkan penggunanya. Kendati demikian, kata Prasetyo, bagaimanapun penyadapan telah sangat membantu dalam pengusutan kasus korupsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menangani perkara korupsi dengan begitu intensif tentunya dengan kecanggihan teknologi penyadapan," katanya.
Lebih lanjut, Prasetyo mengatakan Kejaksaan Agung punya kewenangan yang lebih terbatas dalam penggunaan alat sadap. KPK bisa melakukan penyadapan dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai ke tahapan yang lain.
Sementara, Kejaksaan Agung hanya bisa melakukan penyadapan pada tahap penyidikan. "Berbeda dengan KPK, kami belum bisa melakukan penyadapan di tahap penyelidikan. Makanya, kami manfaatkan (alat sadap) untuk mengejar para buron," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam rapat antara Badan Legislasi DPR dengan pemerintah, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mempertegas usulan DPR untuk memasukkan revisi UU KPK dalam Prolegnas Prioritas 2015.
Secara terpisah, KPK mengkritik usulan revisi UU KPK. Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji tak sepakat kewenangan KPK untuk menyadap dan menuntut dipangkas. Hal serupa disampaikan oleh pimpinan KPK lainnya, Johan Budi Sapto Pribowo.
(pit/pit)