Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung H.M Prasetyo menegaskan penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu bakal ditempuh dengan cara rekonsiliasi. Upaya itu ditempuh sebagai solusi untuk memulihkan kembali hubungan di antara pihak-pihak yang bersinggungan dengan masalah pelanggaran berat HAM di masa lalu.
Menurut Prasetyo, akhir dari penyelesaian lewat jalur rekonsiliasi adalah pernyataan maaf dari negara yang diwakili oleh presiden selaku kepala negara atas pelanggaran berat HAM. Pernyataan terbuka itu dilakukan jika pengusutan dilakukan hingga tuntas dan telah melalui sejumlah tahapan.
Tahapan penyelesaian didahului dengan berangkat pada laporan yang didapat dari hasil penyelidikan independen. Dari hasil laporan itu akan dikeluarkan semacam pernyataan bahwa benar telah terjadi pelanggaran HAM berat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu, pihak-pihak yang bersangkutan membuat semacam pernyataan dan pembuatan komitmen. Kesepakatan bersama itu berisikan komitmen agar pelanggaran-pelanggaran serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.
"Setelah itu semua selesai, ada permintaan maaf dari negara kepada pihak-pihak yang menjadi korban pelanggaran HAM berat. Itu semua sudah satu paket, satu rangkaian," ujar Prasetyo saat ditemui di Kejaksaan Agung, Kamis (2/7).
Prasetyo mengakui jalur rekonsiliasi tidak mendapat restu dari sejumlah pihak, terutama korban, yang menuntut pengusutan HAM masa lalu lewat jalur peradilan. Bagaimanapun, kata dia, upaya rekonsiliasi telah menjadi kesepakatan tim komite yang bertugas mengusut masalah pelanggaran HAM hingga tuntas.
Alih-alih diselesaikan lewat jalur peradilan, Kejaksaan dan unsur lembaga pemerintah dan militer menghendaki upaya penyelesaian ditempuh lewat jalur rekonsiliasi. Keputusan itu disepakati setelah rapat koordinasi dijalin secara intensif dan bertahap hingga akhirnya sampai pada keputusan pembentukan tim komite kebenaran penyelesaian masalah HAM masa lalu yang beranggotakan 15 orang.
"Artinya sudah mulai ada persamaan sikap dan pandangan. Bahwa kami lebih melihat penyelesaian dengan non yudisial itu lebih efektif dan lebih memungkinkan untuk menyelesaikan masalah ini," ujar dia.
Komnas HAM diketahui telah menyelesaikan penyelidikan tujuh kasus pelanggaran HAM masa lalu dan menyerahkan berkasnya kepada Kejaksaan Agung. Namun laporan itu tidak pernah sampai berujung ke ranah peradilan lantaran hasil temuan Komnas HAM dianggap masih kurang bukti.
Sejumlah kasus pelanggaran berat HAM yang telah diselidiki Komnas HAM di antaranya adalah kasus pembantaian massal 1965, penembakan misterius, kasus Talangsari (Lampung), kerusuhan Mei 1998, dan penculikan sejumlah aktivis.
(pit)