Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, mengungkapkan bahwa tiap maskapai dan bandara yang beroperasi harus memiliki Standard Operating Procedure (SOP) yang mengurus tentang manajemen krisis.
"Itu harusnya ada SOP, jadi kalau terjadi krisis apa itu bisa dilakukan. Itu banyak, buku manualnya tebal. Misalnya sistemnya mati, harus ada sistem cadangan, kalau
air side-nya sudah, seperti apron, runaway," ujar Jonan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (6/7).
Sedangkan untuk permasalahan pengelolaan terminal, tempat parkir, dan sebagainya, Jonan menilai bahwa masih banyak bandara yang belum ada penanganan krisisnya, termasuk Bandara Soekarno-Hatta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalaupun toh ada, pasti tidak lengkap," katanya. Padahal, permasalahan terminal menjadi tanggungjawab pengelola bandara, dalam hal ini PT Angkasa Pura II.
Tak hanya bandara, SOP Manajemen Krisis pun, disebut Jonan, juga harus dimiliki oleh perusahaan maskapai penerbangan.
Jonan mengambil contoh ketika Lion mengalami keterlambatan penerbangan besar-besaran. Dia mengaku pada saat itu telah mengharuskan Lion untuk membuat delay management. Tak hanya itu, Jonan juga menginstruksikan Lion agar membuat komitmen tertulis untuk membuat International Organization for Standardization (ISO) soal review operating procedure apabila terjadi keterlambatan penerbangan besar.
"Jadi mereka Januari sudah punya, nanti Garuda Indonesia juga kami minta," kata dia.
Karenanya, sebagai bentuk tindak lanjut kebakaran yang terjadi kemarin, Jonan mengaku akan meminta SOP krisis manajemen kepada Garuda Indonesia selaku maskapai dan PT Angkasa Pura II sebagai pengelola terminal. Menurut dia, sebenarnya sudah menjadi kewajiban kedua pihak untuk memiliki SOP itu.
"Sebenarnya kewajibannya sudah harus ada. Coba tanyakan ke Angkasa Pura dan Kementerian BUMN kenapa selama ini belum ada, sementara aturannya sudah ada. Makanya nanti kami minta dibuatkan SOP," ujar dia.
(meg)