Jakarta, CNN Indonesia -- Bupati Morotai Rusli Sibua mangkir dari panggilan penyidikan kedua kalinya untuk kasus suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Morotai. Pengacara Rusli, Ahmad Rifai, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda penyidikan hingga putusan praperadilan yang dibacakan pekan depan.
"Klien kami sedang mengajukan praperadilan dan KPK juga harus menghormati proses hukum tersebut," kata Ahmad Rifai ketika dikonfirmasi, Selasa (7/7).
Rusli enggan menjalani pemeriksaan. Pada pemanggilan pertama Kamis (2/7), Rusli juga urung menyambangi Gedung KPK di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rusli menuding saksi-saksi lain yang telah diperiksa komisi antirasuah justru memberikan keterangan tidak benar. Salah satu saksi yang pernah diperiksa yakni panitera Mahkamah Konstitusi (MK) Kasianur Sidauruk.
"Saya (diperiksa) untuk menambahkan keterangan kaitannya dengan Kabupaten Morotai. Saya diminta menyerahkan putusan (sengketa Pilkada Kabupaten Morotai) di MK," ujar Kasianur di Gedung KPK, Jakarta.
Dalam amar putusan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi sekaligus penerima suap Akil Mochtar, duit suap sebanyak Rp 2,98 miliar diserahkan Rusli untuk memuluskan sengketa Pilkada.
Rusli tak terima Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Morotai menetapkan rivalnya, Arsad Sardan dan Demianus Ice, sebagai pemenang. Setelah transaksi suap, majelis hakim memutuskan Rusli menjadi Bupati Morotai yang sah.
Atas tindak pidana tersebut, Rusli disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Lagi-lagi tak terima, Rusli melalui kuasa hukumnya menggugat KPK atas penetapan tersangka yang diberikan terhadap kliennya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin sore (6/7). Achmad menilai terdapat kejanggalan dalam penetapan tersangka.
(hel)