Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Kesehatan memastikan telah melakukan uji kesesuaian secara terus menerus terhadap pembalut dan
pantyliner yang disebut menggunakan klorine oleh hasil penelitian YLKI.
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Maura Linda Sitanggang, menyatakan pihaknya belum pernah menemukan pembalut dan
pantyliner yang mengandung zat berbahaya di pasaran.
Pernyataan itu disampaikan menanggapi penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang mengungkapkan adanya sembilan merek pembalut dan tujuh
pantyliner di Indonesia yang mengandung zat berbahaya berupa klorin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Linda menegaskan bahwa sembilan pembalut dan tujuh
pantyliner tersebut telah memiliki izin edar dan telah melewati uji keamanan, mutu, dan kemanfaatan produk dari laboratorium yang terakreditasi.
"Terhadap produk-produk tersebut juga telah dilakukan uji kesesuaian secara terus menerus. Berdasarkan hasil sampling yang dilakukan terhadap pembalut perempuan di peredaran yang dilakukan sejak 2012 hingga pertengahan 2015, tidak ditemukan pembalut yang tidak memenuhi syarat," kata Linda saat konferensi pers di Kemenkes, Jakarta Selatan, Rabu (8/7).
Lebih lanjut, Linda menjelaskan, berdasarkan aturan United States Food and Drug Administration (US FDA), proses produksi pembalut perempuan yang berasal dari selulose dilakukan proses pemutihan.
Ada dua metode pemutihan, yaitu pemutihan yang tidak menggunakan elemen gas klorin serta pemutihan yang tidak menggunakan senyawa klorin sama sekali.
Kedua metode ini juga harus bebas dioksin yang merupakan senyawa pencemar lingkungan yang dapat memengaruhi beberapa organ dan sistem dalam tubuh. Meski begitu, aturan US FDA masih memperbolehkan adanya jejak residu klorin pada hasil akhir pembalut perempuan.
"Perlu dipahami bahwa yang berbahaya adalah gas klorin atau Cl2. Sementara ion klorin tidak berbahaya karena ada dalam tubuh manusia juga. Klorin tidak berbahaya misalnya ada dalam garam atau NaCl," kata Linda.
Ia pun menegaskan bahwa Kemenkes telah melarang penggunaan gas klorin dalam proses pemutihan terhadap bahan baku yang digunakan untuk pembalut karena penggunaan gas klorin dapat menghasilkan senyawa dioksin yang bersifat karsinogenik.
"Jadi, kekhawatiran terhadap klorin pada pembalut tidak beralasan. Ada baiknya konsumen melihat ada atau tidak adanya izin edar pada produk sebelum membeli. Soal itu, masyarakat bisa mengecek melalui situs kami di situs infoalkes.kemkes.go.id," katanya.
Selain itu, hasil penelitian YLKI juga mengungkapkan bahwa sekitar 52 persen produsen tidak mencantumkan komposisi zat pembalut dan
pantyliner pada kemasannya.
Menanggapi hal itu, Linda mengatakan ketentuan pencantuman komposisi zat wajib apabila ada zat aktif dalam produk bersangkutan.
"Sementara, dalam pembalut zatnya hanya selulose," katanya.
(meg)