Jakarta, CNN Indonesia -- Langkah Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan menyegel rumah ibadah jemaat Ahmadiyah di Bukit Duri, Tebet, Rabu (8/7), diprotes jemaat. Mereka menuding pemerintah melanggar hak konstitusional warga untuk beribadah dengan tenang.
Jemaat juga kaget dengan langkah drastis Pemkot Jaksel itu. “Padahal pada pertemuan mediasi, sikap warga sekitar sudah cair. Wali Kota Jaksel juga menyatakan silakan saja beribadah seperti biasa di dalam rumah ibadah, jangan di luar,” kata Juru Bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia Yendra Budiman kepada CNN Indonesia, Jumat (10/7).
Menurut Yendra, jemaat Ahmadiyah memang sempat beribadah salat Jumat di luar rumah ibadah mereka karena dihalangi oleh kelompok intoleran. (Baca:
FPI Kepung Markas Ahmadiyah, Kepolisian Gelar Mediasi)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun suasana cair dalam mediasi, kata Yendra, ternyata tak berlanjut hingga ke luar ruangan mediasi. Pemkot Jaksel kemudian mengeluarkan Surat Peringatan 1 berisi pernyataan bahwa rumah di Bukit Duri itu tak sesuai fungsi tentang rumah ibadah dan menyalahi tata ruang.
SP2 kemudian dikeluarkan Pemkot Jaksel pada 3 Juli, dan akhirnya rumah tersebut disegel pada 8 Juli.
Padahal, menurut Yendra, rumah itu sudah digunakan untuk beribadah oleh jemaat Ahmadiyah sejak tahun 1980-an. “Kalau menyalahi tata ruang dan fungsi, kenapa baru sekarang disegel?” kata dia.
Seharusnya, ujar Yendra, tak ada satupun yang bisa menghalangi warga untuk beribadah sesuai keyakinannya. “Itu mutlak dan dijamin konstitusi. Apalagi dalam Nawacita Jokowi disebut negara menjamin perlindungan dan rasa aman warganya,” katanya.
Jemaat Ahmadiyah pun kini mengirim surat ke Pemkot Jaksel untuk mempertanyakan alasan menyegel rumah ibadah mereka. Jemaat juga mengirim surat ke Polres Jaksel dan Polda Metro Jaya berisi permintaan perlindungan keamanan.
(agk)