Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebut sulit mengetahui mana saja calon boneka dalam perhelatan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan berlangsung serentak pada Desember tahun ini.
Menurut JK, tidak banyak calon boneka yang ditengarai akan mengikuti pilkada lantaran untuk menjadi calon manipulatif seperti itu bukanlah perkara mudah. Lagipula, ucap dia, seorang calon tidak dapat disebut sebagai calon boneka jika yang bersangkutan mengikuti proses tahapan pilkada dan mendapat dukungan 20 persen sesuai aturan.
"Tapi mungkin ada saja daerah yang calonnya terlalu kuat sehingga orang tidak mau daripada jadi buang-buang uang juga lalu kalah, lebih baik tidak maju. Tetapi kalau sendiri juga tidak akan maju, sehingga mungkin ada kompromilah mendukung tetapi praktiknya melawan. Politik memang susah diterka dan susah dibuktikan," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
JK pun mempertanyakan bagaimana cara untuk membuktikan bahwa seorang calon merupakan calon boneka, karena tidak ada rumusan maupun kriteria tertentu bahwa seorang calon dapat dikatakan sebagai calon boneka.
"Dia mendaftar dan dapat dukungan 20 persen. Dia juga memang ikut kampanye. Bahwa dia tidak serius ya bagaimana? Masalahnya itu hanya bisa terjadi kalau di situ ada calon yang memang susah dikalahkan," kata dia. (Baca juga:
PAN Targetkan Airin Kembali Pimpin Tangerang Selatan)
Kalla lantas mengambil contoh Kota Surabaya sebagai daerah yang kemungkinan akan sulit mendapat calon karena Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang mendapat penilaian positif dari publik kembali mencalonkan diri. Meski kuat, ucap JK, Risma tidak akan bisa berlaga di pilkada tahun ini jika tidak ada calon selain dirinya.
JK mengungkapkan, ada usul yang muncul pada Sidang Kabinet yang menyebutkan bahwa setiap calon harus memiliki dukungan partai minimal 20 persen dan maksimal 50 persen, sehingga 50 persen itu harus cari yang lain. Usulan ini nantinya bisa dibuat dalam bentuk undang-undang atau Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). (Baca juga:
Ahok Senang Jika Bersaing Lagi dengan Nachrowi di Pilkada)
Diketahui, isu 'calon boneka' ini muncul akibat masih sepinya pendaftaran pasangan calon hingga kemarin. Hingga hari kedua pendaftaran (27/7), baru 240 pasangan calon yang tersebar di 140 daerah, 8 tingkat provinsi, 110 tingkat kabupaten dan 22 tingkat kota.
Calon boneka muncul juga untuk menghindari terjadinya calon tunggal di daerah saat Pilkada nanti. Sebagaimana diatur dalam UU Pilkada dan Peraturan KPU Nomor 12 tahun 2015 disebutkan bahwa jika suatu daerah hanya ada satu calon, maka pilkada bisa diundur hingga 2017.
Namun, sebelum diundur, maka daerah yang hanya punya satu calon, masa pendaftaran calon yang ditutup hari ini diperpanjang hingga 10 hari. Jika dalam masa perpanjangan 10 hari itu belum ada calon lain yang mendaftar, maka masa pendaftaran diperpanjang lagi selama tiga hari.
Jika pada tambahan waktu pendaftaran kedua ini belum ada calon yang mendaftar, maka pilkada ditunda hingga 2017. Setidaknya ada tiga daerah yang terancam hanya punya satu calon, yakni Surabaya, Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Kutai Kertanegara.
(hel)