Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan Pangadilan Tata Usaha Negara yang menolak gugatan pembebasan bersyarat Pollycarpus Budihari Prijanto dinilai akan jadi preseden buruk.
Kuasa hukum lembaga swadaya masyarakat Imparsial, Muhammad Isnur mengatakan, pembebasan bersyarat yang diberikan kepada terpidana seharusnya masuk dalam ranah PTUN.
Pasalnya, keputusan pembebasan bersyarat dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. "Seharusnya masuk ranah TUN (Tata Usaha Negara) karena ini dikeluarkan Menkumham dalam ranah PTUN," kata Isnur, di PTUN Jakarta, Rabu (29/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Isnur mengaku kecewa dengan keputusan hakim ini. Menurutnya, hakim terkesan mengindar dan tidak berani mengadili perkara tersebut. Isnur juga mengatakan hakim tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang diberikan.
Karena itu itu Isnur mengatakan akan mengajukan banding ke Pangadilan Tinggi Tata Usaha Negara. (Baca juga:
Jokowi Didesak Umumkan Temuan Tim Pencari Fakta Kasus Munir)
Sementara itu, Kuasa Hukum Pollycarpus, Habiburokhman, menyatakan hukuman yang sudah dijalani sudah setimpal dengan apa yang diperbuat oleh kliennya.
"Kasihan, sudah sembilan tahun menjalani hukuman," kata Habiburokhman ketika dihubungi CNN Indonesia.
Dirinya juga mengatakan keputusan hakim PTUN yang menolak gugatan imparsial sudah diduga dari awal. "SK menkumham itu menggunakan KUHP jadi tidak masuk ranah PTUN, itu bisa dilihat dari awal," kata Habib.
Sementara itu, mengenai upaya hukum lanjutan yang akan dilakukan imparsial ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Habib menghormatinya. Meski begitu, ia ragu penggugat akan menang dalam langkah hukum lanjutan itu.
Sebelumnya, PTUN menolak gugatan yang diajukan Imparsial kepada tergugat, Menteri Hukum dan HAM atas pembebasan Pollycarpus Budihari Prijanto. (Baca juga:
Istri Munir Berang, Minta Menteri Tedjo Hati-hati Bicara)
Dalam persidangan, Majelis Hakim mengatakan gugatan yang diajukan penggugat bukan terhadap pembebasan bersyarat melainkan remisi yang diberikan kepada Pollycarpus melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (SK Menkumham). Gugatan ini dinilai Majelis Hakim bukan termasuk dalam ranah PTUN.
Pollycarpus terbukti membunuh aktivis HAM, Munir Said Thalib. Atas perbuatannya, Pollycarpus yang juga mantan pilot Garuda Indonesia itu dijatuhi hukuman 14 tahun penjara. Namun ia hanya menjalani hukuman selama 8 tahun 11 bulan setelah mendapat pembebasan bersyarat.
(sur)