Jakarta, CNN Indonesia -- Tak hanya aktivis hak asasi manusia yang menyayangkan perkataan Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Moeldoko soal memaafkan pelanggaran HAM masa lalu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pun melontarkan ungkapan serupa. Koordinator KontraS Haris Azhar menilai tidak elok rasanya pemerintah mengurusi masalah maaf memaafkan.
Haris beranggapan Kejaksaan Agung ataupun TNI tidak perlu mengeluarkan pendapat seperti itu. Menurutnya, masalah memaafkan masuk dalam ranah personal. "Masalah memaafkan adalah urusan per individu, masalah personal," kata Haris saat dihubungi CNN Indonesia, Kamis (2/7).
Haris menegaskan undang-undang yang mengatur TNI ataupun Kejaksaan Agung tidak ada yang menyinggung soal pemberian saran memaafkan kejahatan masa lalu. Oleh sebab itu Haris mengatakan masalah memaafkan bukan urusan TNI dan Kejaksaan Agung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Haris menggarisbawahi soal penegakan terhadap para pelaku kejahatan HAM di masa lalu. Menurutnya, tugas TNI dan Kejaksaan Agung bukanlah mengurusi masalah personal melainkan masalah penegakan hukum. (Baca:
Pemerintah akan Selesaikan Kasus HAM Berat Secara Kolektif)
"Prinsipnya adalah pelaku kejahatan HAM harus dihukum. Mereka harus melalui proses hukum," kata Haris.
Sebelumnya Moeldoko berharap masyarakat bisa memaafkan pelanggaran berat HAM di masa lalu. Hal ini agar penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu bisa diusut tuntas.
"Demi kepentingan bangsa, kita tidak boleh melupakan sejarah. Memaafkan itu perlu supaya bangsa ini semakin baik. Not forget but forgive," ujar Moeldoko di Kejaksaan Agung, Kamis (7/2).
Dalam hal ini, Moeldoko menyadari betul pengusutan kasus HAM masa lalu perlu melibatkan masyarakat, baik korban atau keluarga yang mengalami langsung.
Pernyataan Moeldoko tersebut disampaikan setelah menggelar rapat terbatas lanjutan di Kejaksaan Agung. Dalam pertemuan tersebut satuan tugas bersama sepakat membentuk tim komite kebenaran penyelesaian masalah HAM masa lalu yang beranggotakan 15 orang anggota. (Baca:
Perdana Hadir di Rapat HAM, Moeldoko Minta Maaf ke Publik)
Pernyataan orang nomor satu di institusi militer itu disayangkan oleh istri pegiat HAM almarhum Munir Said Thalib, Suciwati. Menurut Suci, Moeldoko tidak paham mengenai konsep pemberian maaf kepada seseorang.
Menurut Suci, konsep memaafkan selalu diawali dengan pengakuan yang bersangkutan bahwa dirinya telah melakukan tindakan yang salah. "Setelah dia mengaku bersalah, maka dia akan menyatakan bahwa dirinya menyesali perbuatannya," kata Suci saat dihubungi CNN Indonesia, Kamis (2/7).
Tahapan selanjutnya, kata Suci, adalah yang bersangkutan pasti akan menyampaikan permintaan maafnya kepada orang yang dirugikan oleh perbuatan melawan hukumnya. Masalah dimaafkan atau tidak, itu akan tergantung pada orang yang dirugikan.
Oleh sebab itulah, Suci menganggap petinggi di Indonesia hanya memikirkan dirinya sendiri dan berkata tidak sesuai dengan yang seharusnya. "Jika mau memaafkan seseorang maka orang itu harus meminta maf terlebih dahulu kan? Pak Moeldoko kurang paham dengan konsep itu," ujarnya.
"Siapa yang mau dimaafkan jika tidak ada yang mengaku bersalah." (Baca:
Pollycarpus Bebas, Suciwati Munir Sebut Jokowi Pembohong)
(obs)