Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Tata Usaha (PTUN) akan membacakan putusan gugatan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM terkait pembebasan bersyarat Pollycarpus Budihari Prijanto, pada Rabu ini (29/7).
Pollycarpus mendapatkan pembebasan bersyarat pada Jumat, 28 Desember 2014 setelah mendekam di Lapas Sukamiskin selama 8 tahun 11 bulan. Padahal, mantan Pilot PT garuda Indonesia tersebut divonis 14 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) setelah dua kali mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
(Lihat Juga: Solidaritas Munir Yakin Pembebasan Pollycarpus Dibatalkan)Pembebasan bersyarat Pollycarpus digugat oleh masyarakat sipil melalui Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (Kasum) ke PTUN. Haris Azhar, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), berharap PTUN dapat mengabulkan tuntutan masyarakat sipil agar Pollycarpus kembali dijebloskan ke penjara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya berharap hakim mengabulkan gugatan tersebut karena pembebasan Pollycarpus tidak sesuai dengan hukum, ada beberapa syarat administrasi yang tidak sesuai," kata Haris, ketika dihubungi CNN Indonesia pada Rabu (28/7).
(Baca Juga: LBH: Pollycarpus Harus Kembali ke Lapas)Dia mengatakan jika permohonan tidak dikabulkan, maka hakim PTUN harus kembali belajar hukum.
"Kalau ditolak, hakim tersebut harus belajar hukum lagi," Ujar Haris.
Hingga saat ini, kasus pembunuhan Munir belum tuntas. Istri Munir, Suciwati, meyakini ada dalang dibalik kematian suaminya. Namun, selain Pollycarpus, masih belum ada tersangka lain yang ditetapkan pemerintah sampai kini.
Untuk mengatasi kasus pelanggaran HAM, pemerintahan Jokowi telah membentuk Komite Rekonsiliasi yang dikoordinasi oleh Menko polhukam, Jaksa Agung, Komnas HAM, Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN). Namun, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno menegaskan seandainya ranah yudisial atau pengadilan HAM ditempuh oleh pemerintah dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, hal itu tidak termasuk dengan kasus Trisakti dan Munir.
"Tidak masuk ke sana (pelanggaran HAM), itu masalah orang per orang," katanya. (Baca Juga: Tedjo: Pengadilan HAM Bukan untuk Kasus Trisakti dan Munir) (utd)