Kekerasan Seksual Anak Dominasi Laporan ke LPSK

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Kamis, 30 Jul 2015 18:12 WIB
Berdasarkan data LPSK selama Januari hingga Juni 2015 tercatat sebanyak 37 laporan tindak pidana atas anak. 24 diantaranya laporan kekerasan seksual.
Warga berpartisipasi menera jari di atas spanduk untuk menolak kekerasan terhadap anak saat Car Free Day di Lapangan Puputan Margarana, Kota Denpasar, Bali, Minggu (14/6). Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk solidaritas untuk Angeline, anak korban kekerasan dan pembunuhan di Sanur, sekaligus merupakan rangkaian dari peringatan Hari Anak Nasional. (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan kekerasan seksual merupakan kasus terbanyak terkait tindak pidana atas anak yang dilaporkan warga kepada lembaga tersebut. Kekerasan seksual tersebut meliputi diantaranya, persetubuhan, pencabulan, pemerkosaan dan pelecehan seksual.

Berdasarkan data LPSK selama Januari hingga Juni 2015 tercatat sebanyak 37 laporan terkait tindak pidana atas anak yang masuk. Dari jumlah tersebut, 24 diantaranya merupakan laporan kasus kekerasan seksual atas anak.  (Lihat Juga: Mensos: Pembiaran Kekerasan Pada Anak Bisa Dipidana)

Dari 24 kasus, terdapat 11 laporan terkait kasus persetubuhan, 9 kasus pencabulan, 2 kasus pemerkosaan dan 2 laporan kasus pelecehan seksual.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara, untuk 13 kasus lainnya, terdiri atas 10 laporan kasus penganiayaan anak dan pembunuhan, 1 laporan pencabulan anak dan tindak perdagangan orang serta 1 laporan perampasan kemerdekaan terhadap anak di bawah umur. (Baca Juga: Ibu Kandung Aniaya Anak di Cipulir dengan Sadis)

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan laporan tentang kekerasan seksual yang masuk ke LPSK berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. (Baca Juga: Menteri Yohana Merasa Sering Disalahkan atas Kekerasan Anak)

"Pelakunya pun sangat beragam, mulai dari aparat penegak hukum, pemerintah, orang tua, guru, tetangga, dan sebagainya," kata Semendawai saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (30/7).

Penanganan terhadap kasus kekerasan yang menimpa anak, baru menjadi fokus LPSK sejak tahun 2014 lalu. Berdasarkan mandat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, fokus penanganan LPSK bertambah.

Awalnya, kata Semendawai, fokus LPSK hanya pada pelanggaran HAM, korupsi, terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang. Kini, bertambah yaitu dalam kasus penyiksaan, tindak pidana pencucian uang, kekerasan pada anak, dan tindak pidana lain yang membahayakan jiwa saksi dan korban.

"Dari 7 atau 8 tindak pidana yang menjadi fokus, ada satu tindak pidana yang menarik, yaitu kekerasan pada anak dan kekerasan seksual," ujar Semendawai.

Ia mengatakan, fokus pada kekerasan anak penting sebab kekerasan yang dialami anak bukan hanya dirasakan pada saat peristiwa itu terjadi. Tapi kekerasan pada anak juga menghancurkan kehidupan dan masa depan anak nantinya.

"Semoga semua pihak merasa bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak. Kalau semakin banyak angka kekerasan bisa dibayangkan bagaimana kualitas kehidupan anak dan bangsa," kata Semendawai.

Darurat Kekerasan Seksual

Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait kondisi Indonesia sekarang ini bisa digolongkan sebagai kondisi darurat kekerasan seksual anak.

Kepala Sekretariat Satgas Perlindungan Anak (Satgas PA) Ilma Sovri Yanti juga sependapat dengan Komnas PA terkait status darurat kekerasan seksual pada anak.

Ilma menganggap selama ini kasus kekerasan pada anak, termasuk kekerasan seksual di dalamnya terus bertambah setiap tahunnya.

"Indonesia adalah salah satu negara yang membiarkan kasus anak menggunung. Untuk apa didirikan lembaga negara dan perintah yang menangani anak kalau setiap tahun kasus anak meningkat," ujar Ilma.

Padahal, kata Ilma, Indonesia sudah mempunyai Undang-Undang Perlindungan Anak sejak tahun 2002. Namun, hingga kini nasib anak Indonesia pun tak kunjung membaik. Terlihat dari angka kekerasan yang masih sangat tinggi.

"Undang-Undang Perlindungan Anak sejak tahun 2002, sudah puluhan tahun. Namun, apa yang sudah diberikan terhadap anak di indonesia," katanya.

Sebelumnya, Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mencatat sebanyak 459 kasus kekerasan seksual anak terjadi per Juni 2014. Kekerasan seksual tersebut berupa pemerkosaan, sodomi, pencabulan dan pedofilia.

Pada 2014 lalu Komnas Perlindungan Anak juga menyatakan dari 2750 kasus kekerasan terhadap anak dilaporkan terjadi sepanjang tahun, 58 persen diantaranya merupakan kekerasan seksual terhadap anak. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER