Jakarta, CNN Indonesia -- "
Anak-anak adalah pewaris pertiwi. Jaga dan buatlah mereka gembira."
Pesan yang tertulis dari akun twitter Presiden Joko Widodo pada peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli 2015 tersebut dinilai Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) sebagai angin lalu belaka.
Buktinya, hingga saat ini, peraturan pelaksana Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang terdiri dari enam peraturan pemerintah dan dua peraturan presiden, tak kunjung usai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibatnya, implementasi undang-undang pun dinilai sulit untuk dilakukan.
"Pemerintah gagal melakukan perintah undang-undang yang mengharuskan pembuatan peraturan pelaksana itu selesai hari ini, 30 Juli 2015," kata peneliti senior ICJR Anggara Suwahyu di Jakarta, Kamis (30/7).
Anggara menyayangkan, sampai batas waktu yang ditentukan pemerintah ternyata tak kunjung menyelesaikan tugasnya untuk membuat peraturan pelaksana tersebut.
Padahal, ada jeda waktu dua tahun dan satu tahun waktu tambahan untuk pemerintah menyelesaikan kedelapan peraturan itu.
"Tahun 2012 pemerintah mengesahkan Undang-Undang SPPA yang berlaku aktif tahun 2014. Berdasarkan pasal 107 Undang-Undang SPPA tersebut, harusnya hari ini pemerintah paling lama sudah menyelesaikan delapan peraturan pelaksana. Tapi sampai hari ini baru satu yang disahkan," ujar Anggara.
Satu peraturan pelaksana yang baru disahkan pemerintah dalam kurun waktu tiga tahun ini adalah Peraturan Presiden mengenai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi penegak hukum dan pihak terkait secara terpadu.
"Kalau menurut saya pemerintah ini malas. Seharusnya cukup waktu tiga tahun untuk memberlakukan itu," kata Anggara.
Menurut Anggara, ada tiga hal yang akan terjadi jika peraturan pelaksana dari UU SPPA ini tidak kunjung disahkan.
Masalah pertama adalah adanya kekosongan hukum untuk melaksanakan undang-undang. Isi UU SPPA dianggap masih sangat umum untuk menjelaskan beberapa ketentuan dalam aturan tersebut.
Misalnya dalam hal program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan pada anak di bawah umur 12 tahun yang melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, tanpa peraturan pelaksana dipastikan akan ada kekosongan pengaturan mengenai hal tersebut.
Apalagi tak adanya undang-undang lain atau aturan lainnya yang mengatur tentang hal ini.
"Sudah ada kekosongan hukum selama dua tahun, dan akan ada kekosongan hukum lagi setelah hari ini," kata Anggara.
Masalah kedua yang ditimbulkan akibat tidak adanya peraturan pelaksana ini adalah tidak ada aturan yang mengikat para aparat penegak hukum secara keseluruhan.
Tidak adanya peraturan pelaksana yang mengatur tentang pedoman pelaksanaan diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan diversi yang seharusnya tertuang dalam peraturan pemerintah juga dinilai membuat aparat penegak hukum tidak mempunyai aturan yang mengikat secara keseluruhan untuk mengatur hal tersebut.
"Untuk penyidik, penuntut, hakim, balai pemasyarakatan, dan pendamping hukum, tidak ada aturan yang mengikat," ujar Anggara.
Masalah terakhir yang pasti akan terjadi, penerapan UU SPPA akan semakin lama diterapkan.
"Pemberlakuan UU SPPA meskipun sudah resmi berlaku sebetulnya pemberlakukannya ini harus menunggu peraturan pelaksana. Jadi UU SPPA akan lebih lama diterapkan," kata Anggara.
Sementara itu, peneliti Yayasan Pemantau Hak Anak Adzkar Ahsinin mengatakan belum adanya peraturan pelaksana UU SPPA yang belum dituntaskan dinilai akan berimplikasi pada anak-anak yang kemudian harus berhadapan dengan hukum.
"Kalau ada peraturan pelaksana itu, hak anak seharusnya bisa dijamin. Sampai sekarang belum ada peraturan pelaksana mengakibatkan anak yang seharusnya bisa terhindar dari proses pidana, kemudian terpaksa berhadapan dengan proses pidana," kata Adzkar.
Ia juga mengatakan, tidak adanya peraturan pelaksana yang melengkapi UU SPPA juga mengancam anak yang berhadapan dengan hukum menjadi korban kekerasan. Baik oleh aparat maupun tahanan dewasa dan anak-anak lainnya.
Pemerintah Dituntut TerbukaSelain dituntut untuk menyelesaikan peraturan pelaksana UU SPPA, pemerintah juga diminta untuk terbuka terkait pembuatan tujuh peraturan pelaksana lainnya.
Sebab, Anggara mengatakan, saat ini Rancangan Peraturan Pelaksana UU SPPA tidak diketahui sampai dimana proses pembuatannya. Bahkan situs web resmi Kementerian Hukum dan HAM tidak memberikan informasi cukup terkait hal tersebut.
"Seharusnya pemerintah bisa jelaskan materinya ada di mana, siapa penanggungjawabnya," ujar Anggara.
Ia juga meminta pemerintah merilis RPP tersebut agar dapat diakses masyarakat sehingga masyarakat bisa memberi masukan.
Adapun beberapa peraturan pelaksana yang belum disahkan oleh pemerintah sampai batas waktu yang sudah habis meliputi Peraturan Pemerintah mengenai pedoman pelaksanaan proses diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan Diversi; Peraturan Pemerintah mengenai syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan dalam hak anak belum berumur 12 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana.
Peraturan Pemerintah mengenai pedoman register perkara anak dan anak korban; Peraturan Pemerintah mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana; Peraturan Pemerintah mengenai tindakan yang dapat dikenalan kepada anak; Peraturan Pemerintah mengenai tata cara pelaksanaan koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan; dan Peraturan Presiden mengenai pelaksanaan hak anak korban dan anak saksi.
(meg)