Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur aktif Bengkulu Junaidi Hamsyah telah selesai melaksanakan pemeriksaan sebagai tersangka kasus penerbitan surat keputusan Z No. 17 Tahun 2011. Substansi pertanyaan yang diberikan oleh penyidik, kata Junaidi adalah perihal keputusannya mengeluarkan SK tersebut.
Kuasa hukum Junaidi, Muspani mengatakan bahwa selama ini alur pembuatan SK melalui mekanisme pemerintahan tak pernah ditanyakan kepada kliennya. Baru kali ini saja itu semua ditanyakan.
"Siapa yang ajukan, siapa yang bahas, benar atau tidak tinggal sekarang pemahaman penyidik saja," kata Muspani saat mendampingi Junaidi di Mabes Polri, Senin malam (3/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut pemahaman Muspani dan kliennya, kasus ini awalnya bergulir dari kasus penyalahgunaan wewenang. Oleh sebab itu, kasus ini sebenarnya lebih kepada kasus administrasi negara dibandingkan kasus korupsi.
Meski begitu, Junaidi belum memutuskan apakah akan mengajukan praperadilan atau tidak. Muspani mengatakan semua akan tergantung tafsiran hukum selanjutnya.
"Kita pandang jika hukum acaranya ke sana kita akan lakukan tapi ini belum ke arah sana. Kita sekarang ikuti proses yang berjalan," kata Muspani.
Junaidi dituduh telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Kasus tersebut mulai ditangani oleh Polda Bengkulu dan dibantu Bareskrim Polri mulai 12 Mei 2015 sesuai dengan dikeluarkannya surat perintah penyidikan.
Dia dinyatakan membentuk jabatan yang tidak memiliki dasar hukum dan bertentangan dengan Peraturan Mendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah.
Juru Bicara Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Komisaris Besar Adi Deriyan mengatakan penetapan tersangka Junaidi Hamsyah dilakukan setelah penyidik Bareskrim menggelar gelar perkara dengan penyidik dari Polda Bengkulu.
"Penyidik Polda Bengkulu menjelaskan konstruksi hukumnya adalah hasil dari keterangan 17 saksi dan empat ahli," kata Adi saat menggelar konferensi pers di Bareskrim Polri, Selasa (14/7).
Terkait dengan kerugian, Ade mengatakan penyidik masih menghitungnya bersama dengan Badan Pengawas Keuangan dan dan Pembangunan. Namun untuk estimasi, Ade mengatakan kerugiannya sekitar Rp 300 jutaan.
"Estimasinya Rp 359 juta yang muncul akibat pembayaran terbitnya SK Z No. 17 tersebut," katanya.
Penyidik pun akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Kemendagri untuk melakukan pencekalan terhadap Junaidi. "Pastinya itu merupakan rangkaian dari tindakan selanjutnya," kata Adi
(pit)