Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Polda Metro Jaya terus mendalami kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pemerasan dalam bongkar muat pelabuhan (
dwelling time). Hari ini, penyidik memeriksa lima tersangka yang sudah ditetapkan. Selain memeriksa lima tersangka ini, penyidik juga memeriksa empat orang saksi.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Muhammad Iqbal mengatakan, tiga orang saksi berasal dari Kementerian Perdagangan sementara satu orang dari luar kementerian. "Tiga dari internal Kementerian Perdagangan khususnya Dirjen luar negeri," kata Iqbal di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (4/8).
Total sudah 16 orang saksi diperiksa dalam kasus ini. Sementara untuk tersangka berjumlah lima orang termasuk Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri nonaktif Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan. (Baca juga:
Partogi Ditahan, Satu Tersangka Dwelling Time Masih Bebas)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumah dan kantor Partogi di Kementerian Perdagangan juga sudah diperiksa. Polisi juga sudah memeriksa kantor Direktorat Impor Luar Negeri Kementerian Perdagangan.
SIMAK FOKUS:
Jeratan Suap Bongkar Muat
Dari penggeledahan di Direktorat Impor ini, penyidik menyita dua kotak dokumen yang saat ini masih dianalisa. Penyidik juga menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk menelusuri aliran dana dalam kasus ini.
Tersangka lain dalam kasus ini adalah MU, M dan IM yang berasal dari Kementerian Perdagangan serta L yang berasal dari swasta.
Selain Kementerian Perdagangan, penyidik juga membidik pelaku dari instansi lain. Ada 18 instansi yang terlibat dalam pengurusan izin di pelabuhan.
Sebelumnya Kapolda Metro Jaya Inspektu Jenderal Tito Karnavian mengatakan, akar masalah utama lamanya
dwelling time adalah buruknya penerapan sistem administrasi satu atap yang digunakan dalam proses ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (BAca juga:
Dwelling Time, Polda-BIN Sudah Selidiki Selama Tiga Bulan)
Ditengarai ada sejumlah pihak yang memanfaatkan ketidakoptimalan sistem tersebut. Salah satunya, kata Tito, ada oknum meminta sejumlah uang untuk membantu mempercepat proses perizinan para importir.
(sur)