Jakarta, CNN Indonesia -- Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan institusinya tak memberi perhatian khusus terhadap laporan dugaan penghinaan Presiden yang masuk ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pekan lalu.
"Tidak ada perhatian khusus, semua juga sama. Mau wartawan atau tukang becak yang lapor, kami proses," kata Badrodin di Jakarta.
Dugaan penghinaan Presiden sebelumnya dilaporkan oleh Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP). Mereka mengadukan pemilik akun Facebook atas nama Dudi Hermawan ke Bareskrim Polri dengan tuduhan menghina Presiden Jokowi melalui akunnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun penyidik Polri tidak memproses laporan itu lantaran tak mempunyai kekuatan legal dari pihak yang dirugikan, yakni Jokowi. Laporan baru bisa diproses apabila berasal langsung dari Jokowi selaku Presiden. (Baca
Jokowi: Kalau Saya Mau, Ribuan Orang Dipidana)
Masalah penghinaan bukan kali pertama menerpa Jokowi. Namun isu ini mencuat belakangan seiring dimasukannya pasal penghinaan presiden oleh pemerintah ke dalam draf revisi Rancangan UU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) yang bakal dibahas bersama DPR mulai akhir Agustus ini. (Baca juga:
DPR Tak Janji Loloskan Pasal Penghinaan Presiden)
Soal rencana pemerintah menghidupkan pasal yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006 itu, Badrodin menanggapinya santai. "Itu kan sudah ada kelompok kerjanya (yang membahas di DPR). UU KUHP sudah dibuat sejak 20 tahun lalu," kata dia. (Baca juga penjelasan
Yusril: Pasal Penghinaan Presiden Semula Untuk Ratu Belanda)
Pasal penghinaan presiden yang telah dibatalkan MK berbunyi, “Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden dan Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Kategori IV.”
Kini ruang lingkup pasal itu bakal diperluas lewat revisi RUU KUHP yang berbunyi: “Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.”
Ketua Komisi Hukum DPR Aziz Syamsuddin berpendapat pasal penghinaan presiden tidak bisa dihidupkan lagi karena telah dibatalkan MK. "Berdasarkan asas hukum yang berlaku, sesuatu yang dibatalkan di MK tidak bisa lagi dibahas atau dihidupkan kembali," kata dia.
Menurut politikus Golkar itu, putusan MK bersifat final dan mengikat. Selama ini belum ada satu pasal dibahas kembali setelah dibatalkan MK atau dibatalkan dua kali berturut-turut oleh MK.
Sementara Jokowi menegaskan pasal penghinaan presiden bukannya bertujuan untuk membungkam kritik terhadapnya. Jika ia antikritik, ujar Jokowi, saat ini pun berdasarkan KUHP dia bisa memidanakan ribuan orang yang kerap mencacinya meski tanpa pasal penghinaan presiden --cukup dengan membuat laporan pengaduan resmi ke Polri.
"Tapi sampai detik ini, hal itu tidak saya lakukan," kata Jokowi.
(hel)