Jakarta, CNN Indonesia -- Pembahasan perihal revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru akan dimulai saat masa sidang ke lima DPR RI dibuka pada pertengahan Agustus 2015. Dalam rancangan UU tersebut, terdapat pasal yang menjadi perdebatan, yaitu soal pasal penghinaan terhadap Presiden.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan partainya belum mengambil sebuah keputusan terkait adanya pasal tersebut dalam RUU. Apalagi, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006 lalu sempat membuat pasal penghinaan tersebut hilang dari KUHP.
Oleh sebab itu, Arsul menegaskan perlu ada kajian lebih mendalam yang dilakukan partainya sebelum mengambil sebuah keputusan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kajian cermat perlu dilakukan untuk memastikan agar pasal itu tidak menjadi pasal 'karet' yang dipergunakan untuk membungkam kritik terhadap presiden dan pemerintahannya," kata Arsul saat dihubungi, Selasa (4/8).
Pasal penghinaan semacam itu, kata Arsul, selalu diberi label sebagai alat hukum untuk merepresi kritik terhadap presiden dan pemerintahannya. Bahkan, dia mengakui sejarah itu sudah ada sejak Indonesia masih dijajah oleh Belanda.
Meski begitu, perlu diakui Arsul bahwa di era demokrasi sekarang memang ada kelompok masyarakat yang mengkritik presiden dengam cara yang terlalu berlebihan. Maka dari itu Arsul kembali menegaskan bahwa kajian mendalam terhadap pasal penghinaan harus dilakukan.
"Pada zaman pemerintahan Pak Susilo Bambang Yudhoyono misalnya penggunaan kerbau dan pada masa pemerintahan Pak Joko Widodo menggunakan makian di media sosial yang bunyinya tak pantas," kata Arsul.
Ruang lingkup pasal Penghinaan Presiden diperluas lewat Pasal 264 Rancangan UU KUHP yang berbunyi, "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.”
(utd)