Komisi III DPR: Pasal Penghina Presiden Inkonsitutusional

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Kamis, 06 Agu 2015 19:45 WIB
Menurut Arsul Sani, jika pasal penghinaan terhadap presiden dimunculkan kembali, hal itu sama saja dengan melakukan tindakan inkonstitusional.
Gedung DPR-MPR Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (25/9). CNN Indonesia/Adhi Wicaksono
Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani menilai tidak mungkin memunculkan kembali pasal penghina presiden dalam KUHP. Hal ini lantaran pasal tersebut pernah dinyatakan tidak sah dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2006.

"Kalau kita hidupkan kembali dengan bunyi atau unsur yang sama, kita ini sama-sama inkonsistusional," ujar Asrul di Gedung DPR, kemarin. Menurut Arsul, putusan MK tidak hanya mengikat bagi yang mengajukan. Tetapi juga berlaku bagi semua, termasuk seluruh lembaga negara.

Meski demikian, dia menjelaskan bahwa presiden bisa saja melaporkan penghinaan yang ditujukan namun dalam kapasitas sebagai pribadi. Karena hak hukum presiden tidak hilang ketika menjabat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sifatnya harus delik aduan. Kalau pasal penghinaan presiden sifatnya delik biasa," jelas Arsul.

Arsul menjelaskan, karena bersifat delik biasa maka penegak hukum yang melihat perbuatan seseorang baik secara fisik atau di media sosial menghina presiden atau wakil presiden, maka bisa langsung diproses secara hukum.

Terkait sikap partai, Arsul menyebutkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) cenderung akan menolak jika bunyi pasal masih seperti itu. Namun dia tidak menutupk kemungkinan untuk menerima jika ada konstruksi lain.

"Kalau dikonstruksikan dengan unsur yang lain atau kita sepakati alternatifnya jadi delik aduan, karena presiden dan wakil presiden sebagai pribadi tidak hilang haknya untuk mengadu, itu akan kita terima," kata Asrul.

Delik aduan adalah delik yang hanya dapat diproses ketika ada pengaduan atau laporan dari korban yang mengalami kerugian tindak pidana. Sedangkan delik biasa dapat diproses tanpa ada persetujuan dari korban yang dirugikan.

Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang diajukan pemerintah telah masuk dalam daftar program legislatif nasional prioritas tahun 2015. Pasal penghinaan presiden hidup tercantum pada pasal 263 dan 264 dalam RUU KUHP yang diajukan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Pada pasal 263 disebutkan, setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Pasal 264 menyebutkan, setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau  menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan  rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana  denda paling banyak Kategori IV. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER