Riwayat Berbahaya Pasal Penghinaan Presiden

Anggi Kusumadewi, Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Kamis, 06 Agu 2015 08:52 WIB
Bermula dari hukum era kolonial Belanda, diteruskan oleh pemerintah RI. Pasal ini sudah mati saat MK menghapusnya pada 2006. Namun kini hendak dihidupkan lagi.
Ilustrasi: Presiden Jokowi.
Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana pemerintah menghidupkan pasal penghinaan presiden lewat revisi Rancangan UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menuai beragam reaksi, mayoritas negatif. Apalagi pasal tersebut telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006. (Baca: Pasal Penghinaan Presiden Dihapus Setelah Tuduhan Jaguar SBY)

Sanksi bagi penghina presiden dimasukkan ke dalam RUU KUHP Pasal 263 Ayat 1 dan Pasal 264 RUU KUHP. Pasal 263 Ayat 1 berbunyi, "Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.”

Aturan itu diperluas melalui Pasal 264 RUU KUHP yang berbunyi, "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.”

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua pasal tersebut secara tegas akan memidanakan setiap orang yang terbukti menghina Presiden dan Wakil Presiden. Atas rencana pemerintah menghidupkan pasal itu, sebagian orang melihatnya wajar demi menjaga martabat presiden sebagai kepala negara dan simbol negara. Namun sebagian lainnya menilai pasal itu berbahaya karena dapat digunakan sebagai alat negara untuk membungkam masyarakat yang melontarkan kritikan kepada presiden dan wakilnya.

Aturan soal penghinaan terhadap presiden yang sebelumnya dihapus MK persisnya tercantum pada Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHP. Ketiga pasal itu dihapus karena dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum dan rentan disalahartikan.

Bagaimana asal mula pasal ini? Baca selanjutnya: Pasal Warisan Belanda

Warisan Belanda

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3 4
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER