Dalam Muktamar, Gerakan Perempuan NU Tolak Kekerasan Seksual

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Kamis, 06 Agu 2015 11:37 WIB
Data Komnas Perempuan mencatat setiap hari 35 perempuan alami kekerasan seksual. Perempuan NU ingin meneguhkan harkat kemanusiaan perempuan dalam Islam.
Gerakan Perempuan Kultural Nadhlatul Ulama menegaskan tidak akan memberi ruang bagi kejahatan seksual atas perempuan dan anak. Oleh karena itu, mereka menyuarakan tuntutan agar NU kembali memprioritaskan keberpihakan pada isu-isu kemanusiaan perempuan dan anak dalam Muktamar NU ke-33 di Jombang, Jawa Timur. (DetikFoto/ Engran Eko Budianto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Gerakan Perempuan Kultural Nadhlatul Ulama menegaskan tidak akan memberi ruang bagi kejahatan seksual atas perempuan dan anak. Oleh karena itu, mereka menyuarakan tuntutan agar NU kembali memprioritaskan keberpihakan pada isu-isu kemanusiaan perempuan dan anak.

"Kejahatan seksual menjadi agenda komisi program dan komisi rekomendasi dalam forum di Muktamar NU ke-33 kemarin. Strategi yang kami bangun adalah membuat keputusan dalam halaqah, untuk para ulama baik lelaki dan perempuan," kata Komisioner Komnas Perempuan Masruchah yang juga merupakan mantan Ketua Umum Fatayat NU kepada CNN Indonesia, Kamis (6/8). 

Berdasarkan data 2014 Komnas Perempuan, terjadi 290.266 kasus kekerasan terhadap perempuan dan seperempat diantaranya atau sekitar 72.566 kasus adalah kekerasan seksual. Sementara data Komnas Anak mencatat kekerasan seksual yang dialami anak-anak mencapai 80 persen dari total kekerasan pada anak. (Lihat Juga: FOKUS Kabar dari Dua Muktamar)

Sedangkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan pada 2013 terdapat 4.365 kekerasan seksual dalam berbagai bentuk, yakni diantaranya kekerasan fisik, kekerasan non fisik, kekerasan seksual, serta anak sebagai pelaku kekerasan.  (Lihat Juga: Fikih Kebhinekaan Dikenalkan di Muktamar Muhammadiyah)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keputusan untuk bersikap tegas dalam melawan kejahatan seksual, kata Masruchah, diambil berdasarkan keputusan Munas Alim Ulama NU tahun 1997 tentang Makanah al Mar'ah Fi Al Islam atau kedudukan perempuan dalam Islam.

Dari hasil Munas tersebut dihasilkan keputusan adanya keadilan, kesetaraan serta  terutama pemulihan korban perempuan, yang kemudian diharapkan ditindaklanjuti dalam Muktamar kali ini.  (Lihat Juga: Pidato Penuh Haru Gus Mus Pecahkan Kebuntuan Muktamar NU)

Masruchah mengatakan pemulihan atas korban kekerasan seksual menjadi sorotan karena selama ini pihaknya melihat masih belum ada aturan, perlindungan serta upaya yang dilakukan untuk pemulihan korban.

Oleh karena itu, dia menilai lembaga NU perlu untuk ikut ambil bagian dalam upaya memulihkan korban yang traumatis karena kekerasan seksual. 

"Kalau dalam aturan UU di negeri ini, ada KUHP dan UU perdagangan orang untuk isu kekerasan. Namun untuk pemulihan korban belum ada. Padahal, jenis kekerasan seksual banyak ragamnya, seperti salah satunya pemaksaan perkawinan atas anak," kata dia. 

Untuk mencapai tujuan tersebut, Masruchah mengatakan pihaknya akan mendorong lembaga-lembaga pendidikan di bawah koordinasi NU untuk mengintergrasikan materi hak dan kesehatan seksual serta reproduksi ke dalam kurikulum, modul dan bahan ajar pendidikan baik di satuan pendidikan formal dan informal, seperti pesantren.

Selain tentang kekerasan seksual, pihaknya juga akan memberikan pengajaran tentang perspektif hak asasi manusia (HAM) kepada para santri pesantren. 

Masruchah mengatakan pendidikan di pesantren penting untuk dilakukan agar perempuan bisa diedukasi untuk lebih memahami makna kekerasan dan perlindungan bagi perempuan dalam Islam. Selain itu, dia mengatakan kekerasan seksual juga memungkinkan untuk terjadi di pesantren. 

"Kami harus berstrategi dengan guru, ustad dan pengajar. Kalau santri-santri biasanya lebih terbuka untuk belajar tentang kekerasan seksual," ujarnya. 

Selain itu, Masruchah mengatakan pihaknya juga akan mendorong badan otonom, lembaga dan lajnah yang berada di bawah struktur NU untuk lebih aktif melakukan pencegahan, perlindungan, pelayanan dan pemulihan secara komprehensif. 

"Setelah mengelaborasi fakta-fakta yang ada di sosial, kami sadar kejahatan seksual semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk Muktamar tahun ini diangkat jadi fokus," ujar Masruchah. 
(utd/utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER