Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno membeberkan beberapa kerugian daerah jika pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang sedianya digelar Desember 2015 nanti harus ditunda pada tahun 2017 oleh daerah-daerah yang masih memiliki calon kepala daerah tunggal.
Menurut Tedjo, jika pilkada dilaksanakan pada tahun 2017, maka pemerintahan di daerah yang bersangkutan terancam tidak akan berjalan dengan baik. Tak hanya itu, ia menilai Pelaksana Tugas (Plt) yang sementara memimpin daerah tersebut juga tidak berwenang mengambil keputusan, apalagi yang berkaitan dengan anggaran.
"Daerah akan kehilangan calon-calon yang baik yang seharusnya dapat dipilih," ujar Tedjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (6/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Politisi Partai NasDem itu menyampaikan, saat ini ada tiga opsi yang bisa dilakukan untuk daerah yang masih memiliki calon tunggal. Pertama, kembali ke aturan awal di mana pilkada diundur dua tahun menjadi tahun 2017 dengan konsekuensi hilangnya hak politik warga negara.
"Opsi kedua, perpanjangan masa pendaftaran, tetapi harus ada rekomendasi dari Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu)," kata dia.
Sementara opsi ketiga, sebut Tedjo, adalah dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) oleh Presiden Joko Widodo dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Ketiga, Perppu. Tapi kalau tidak mendesak dan genting, jangan," ujar dia.
Untuk diketahui, berpedoman Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015, ada tujuh daerah yang akan mengikuti pilkada serentak gelombang kedua yang akan berlangsung pada 2017.
Ketujuh daerah tersebut antara lain Kota Surabaya, Jawa Timur; Kabupaten Pacitan, Jawa Timur; Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat; Kabupaten Blitar, Jawa Timur; Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat; Kota Samarinda, Kalimantan Timur dan Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.
(pit)