Jakarta, CNN Indonesia -- Tim penyidik Kejaksaan Agung kembali menahan seorang tersangka dalam kasus korupsi pengadaan alat kontrasepsi jenis Intrauterine Device (IUD) Kit di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Kali ini, satuan tugas khusus Kejagung menahan Direktur CV Bulao Kencana Mukti, Haruan Suarsono.
Penahanan Haruan dilakukan setelah Kejagung menahan lima tersangka lain dalam perkara yang sama. Kelima tersangka yang telah ditahan adalah Direktur PT Hakayo Kridanusa Sudarto, mantan Manager Institusi PT Kimia Farma Slamet Purwanto, Kepala Subdirektorat Akses dan Kualitas Pelayanan KB Galciltas BKKBN Sobri Wijaya, Kepala Seksi Standarisasi Pelayanan KB Jalur Pemerintah BKKBN Wiwit Ayu Wulandari, dan Kepala Cabang PT Rajawali Nusindo Sukadi.
Haruan ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung bersama keempat tersangka lain. Sedangkan tersangka Wiwit ditahan di Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Haruan bakal ditahan selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 6 Agustus hingga 25 Agustus mendatang. Penahanan dilakukan dengan alasan normatif untuk menghindari Haruan dari perbuatan menghilangkan alat bukti dan/atau melarikan diri.
Kini Kejagung telah menahan seluruh tersangka dalam perkara korupsi pengadaan alat kontrasepsi dengan masuknya Haruan ke Rutan Salemba cabang Kejagung.
Proyek pengadaan IUD KIT pada Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN itu terbagi dalam tiga tahap penganggaran selama kurun tahun anggaran 2013-2014. Tahap pertama sebesar Rp 5 miliar, tahap kedua Rp 13 miliar dan tahap ketiga sebesar Rp 14 miliar.
Menurut Kepala Sub Direktorat Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Sarjono Turin, dalam pengadaan diduga telah terjadi manipulasi pengadaan barang serta ketidaksesuaian spesifikasi dan standar kesehatan sebagaimana tertuang dalam kontrak. "Modusnya memanipulasi pengadaan barang tidak sesuai standar kesehatan," ujar Turin.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tony Spontana berkata, negara mengalami kerugian hingga Rp 27 miliar dalam perkara tersebut. Nilai kerugian diperoleh setelah Kejagung berkoordinasi dengan tim audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.
(sip)