Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Jakarta Selatan belum akan mengesekusi yayasan Soeharto dalam waktu dekat. Pengadilan masih menuggu salinan putusan Mahkamah Agung yang memutuskan denda Rp 4,4 triliun yang harus dibayar keluarga Soeharto.
Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna mengatakan, butuh waktu lama sampai salinan diterima PN Jakarta Selatan. "Kalau baru diupload di website MA (putusannya) itu masih memerlukan waktu yang cukup lama untuk sampai ke PN pengaju, dalam hal ini PN Jakarta Selatan. Jadi masih lumayan lama waktunya," kata Made saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (12/8).
Menurutnya, salinan putusan MA itu akan diberikan kepada PN Jakarta Selatan, Kejaksaan Agung selaku pihak pemohon, dan Yayasan Supersemar sebagai pihak termohon. PN Jakarta Selatan dapat melakukan eksekusi jika salinan sudah diterima dan dipelajari semua pihak terlibat. (Baca juga:
Pengacara Soeharto: Bukti Kasus Supersemar Tak Relevan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nantinya, Yayasan Supersemar akan diberi waktu selama delapan hari untuk membayar denda sesuai putusan yang dikeluarkan MA. Jika hingga batas waktu yang ditentukan denda belum dibayar, maka eksekusi paksa dapat dilakukan oleh PN Jakarta Selatan.
SIMAK FOKUS:
Ungkit Kembali Perkara Soeharto
Informasi mengenai jumlah aset Yayasan Supersemar akan diberikan oleh pihak Kejagung pada PN Jakarta Selatan. "Biasanya pihak pemohon (Kejagung) yang berikan informasi jumlah aset termohon," kata Made.
Perkara salah ketik ini sudah disoroti oleh Jaksa Agung Basrief Arief pada Juni 2013. Saat itu Basrief mengkau telah menerima salinan putusan kasus Yayasan Supersemar dari MA. Namun putusan tersebut keliru soal jumlah nominal yang harus dibayar yayasan yang berdiri pada 16 Mei 1974 itu, seharusnya Rp 185 miliar tetapi ditulis Rp 185 juta.
Vonis bersalah diputuskan PN Jakarta Selatan atas kasus itu pada 28 Maret 2008 yang dikuatkan dengan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 19 Februari 2009. Keberatan dengan putusan itu, Supersemar mengajukan kasasi ke MA pada Oktober 2010. Namun jumlah nominal yang harus dibayar Supersemar salah ketik dalam putusan tersebut.
(Baca juga: Tommy Kaitkan Perkara Supersemar dengan Persaingan Rezim)Atas kasasi itu, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali (PK) pada September 2013, yang juga diikuti PK Yayasan Supersemar. MA akhirnya mengabulkan PK negara dan menolak PK Supersemar sehingga mereka mesti membayar Rp 4,4 triliun.
Sebelumnya juru bicara Mahkamah Agung Suhadi mengatakan, saat ini yang berwenang mengesekusi adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai pihak yang mengadili.
Eksekusi bisa dilakukan keluarga Soeharto tak kunjung membayar ganti rugi Rp 4,4 triliun seperti yang diputuskan MA. Saat ini pelaksanaan putusan peninjauan kembali perkara Yayasan Supersemar melawan Kejaksaan Agung menanti niat baik pengurus lembaga yang didirikan keluarga Presiden Soeharto. (Baca juga: Jejak 17 Tahun Perkara Keluarga Cendana)
Jika yayasan itu tak kunjung membayar ganti rugi senilai kurang lebih Rp 4,4 triliun kepada negara, Kejagung sebagai pemohon PK dapat meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memaksa Yayasan Supersemar menjalankan putusan tersebut."Jika pihak yang menang merasa belum menerima haknya, mereka dapat memohon Ketua PN Jakarta Selatan agar melaksanakan eksekusi," kata Suhadi. (sur)