Kasus Supersemar, MA Sebut Salah Ketik Putusan Itu Biasa

Abraham Utama | CNN Indonesia
Selasa, 11 Agu 2015 17:46 WIB
Akibat salah ketik itu, eksekusi putusan Supersemar terkatung-katung sejak 2010. Padahal keluarga Soeharto sejak dulu diminta membayar ganti rugi kepada negara.
Presiden Soeharto dan putri sulungnya, Mbak Tutut. (Dok. Istimewa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung akhirnya mengumumkan secara resmi bahwa awal Juli lalu mereka telah mengeluarkan putusan terkait memori peninjauan kembali (PK) yang diajukan Kejaksaan Agung sebagai wakil negara melawan Yayasan Supersemar milik Soeharto. (Baca: Jejak 17 Tahun Perkara Keluarga Cendana)

Juru Bicara MA Suhadi menyatakan putusan bernomor 140 PK/PDT/2015 tersebut sebenarnya hanya memperbaiki nomimal ganti rugi yang harus dibayarkan Yayasan Supersemar kepada negara. (Baca juga Pengacara Soeharto: Bukti Kasus Supersemar Tak Relevan)

Suhadi enggan berkomentar banyak terkait salah ketik pada putusan kasasi yang memenangkan Kejaksaan Agung itu. "Kekeliruan itu manusiawi, tidak bisa disalahkan pada panitera saja," ujarnya saat jumpa pers di Gedung MA, Jakarta, Selasa (11/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah ketik pada putusan itu terkait nominal uang yang harus dibayarkan keluarga Soeharto sebagai ganti rugi kepada negara. Angka yang seharusnya tertulis Rp185 miliar menjadi Rp185 juta karena jumlah nol dalam ketikan tersebut kurang tiga. Akibat salah ketik ini, putusan tak dapat dieksekusi sejak Oktober 2010.

Menurut Suhadi, persoalan salah ketik angka itu juga mestinya ditujukan pada pihak-pihak yang seharusnya melihat kembali isi putusan sebelum menetapkan vonis dan mempublikasikannya.

Namun Suhadi lagi-lagi enggan berkomentar terkait sanksi yang sepatutnya diberikan kepada panitera dan hakim tingkat kasasi yang menangani perkara Yayasan Supersemar versus Kejagung itu.

Kasus Yayasan Supersemar yang mengelola dana pendidikan itu bermula pada Juli 2007. Ketika itu Kejaksaan Agung mencium dugaan penyelewengan dana karena yayasan itu memberikan pinjaman atau penyertaan modal untuk mendapatkan keuntungan.

Pengalihan dana yayasan ke pihak lain tersebut dinilai melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 yang mengatur tentang Badan Usaha Milik Negara menyisihkan lima persen dari laba bersih untuk Yayasan Supersemar.

Kejagung menilai tindakan itu sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Gugatan lantas dilayangkan kepada Soeharto sebagai Pembina Yayasan Supersemar, dan kepada Yayasan Supersemar sebagai badan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Melalui gugatan tersebut, Soeharto dan Yayasan Supersemar dituduh menyalahgunakan uang Yayasan sebesar US$ 420 juta dan Rp 185 miliar plus ganti rugi imaterial sebesar Rp10 triliun.

Pada 19 Februari 2009, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan Yayasan Supersemar harus membayar kerugian sebesar US$105.000.727,66 dan Rp46.479.512.226,187. Namun MA lalu menyebutkan terdapat salah ketik putusan kasasi pemerintah Indonesia sehingga denda yang harus dibayar sebenarnya sebesar Rp4,4 triliun. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER