Jakarta, CNN Indonesia -- Penggerebekan yang dilakukan penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri terhadap lokasi yang diduga menjadi lokasi penimbunan sapi menghasil sejumlah fakta baru.
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso mengungkapkan bahwa jumlah sapi yang ditemukan di lokasi berjumlah 21.993 ekor. Jumlah tersebut berasal dari dua lokasi yang dijadikan target penggerebekan. Semua sapi itu adalah impor dari Australia.
Dari total tersebut, satu per lima sapi seharusnya sudah dipotong karena kondisinya siap potong. Sayangnya sapi-sapi tersebut tidak dipotong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada 4.000 yang tidak dipotong dengan alasan tidak laku jual atau tidak ada pembelinya," kata Budi saat ditemui di Mabes Polri, Kamis (13/8).
Berdasarkan temuan tersebut, Budi berencana untuk melakukan pemanggilan terhadap beberapa pihak yang diduga terkait dengan proses penimbunan tersebut.
Pemanggilan akan dilakukan terhadap importir, asosiasi pedagang sapi, termasuk juga bea cukai. Kementerian Pertanian pun akan dimintai keterangan terkait sapi-sapi tersebut.
"Kita cek semua, kita panggil semua," kata Budi.
Terkait dengan pemilik lokasi penggemukan sapi, Budi mengaku mereka akan diperiksa hari ini. Apakah ada unsur pidana di dalamnya akan berkembang berdasarkan hasil pemeriksaan.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan mengungkapkan bahwa lokasi penggerebekan terletak di belakang Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
"Lokasinya Jalan Kampung Kelor No. 33, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang dan Jalan Suryadharma, Selapajang," kata Anton saat ditemui di Jakarta, Rabu malam (12/8).
Lokasi tersebut, kata Anton merupakan alamat dari perusahaan bernama PT Brahman Perkasa Sentosa. Dari hasil pengecekan awal, Anton mengatakan bahwa PT Brahman Perkasa Sentosa dimiliki oleh tiga orang.
Inisial ketiganya adalah BH, PH, dan SH. Khusus untuk SH dia juga menjadi pemilik utama dari PT Tanjung Unggul Mandiri.
Menurut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, ada beberapa pelaku usaha yang melakukan aksi bandel hingga berakibat pada matinya produksi lokal di Indonesia. Pelaku usaha tersebut, katanya, melakukan impor saat Indonesia sedang musim panen.
Berdasar data yang sudah dikumpulkan Polri hingga saat ini, ada tujuh perusahaan yang melakukan aksi bandel tersebut. Tujuh perusahaan tersebut mengincar komoditas perusahaan dalam negeri.
(hel)