Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal Viktor Simanjuntak mengatakan adanya upaya menahan produksi daging sapi di Indonesia. Hal itu disimpulkan Viktor setelah melihat fakta di lapangan yang menunjukkan adanya lebih dari 20 ribu sapi dan 4000 diantaranya siap potong sejak sebelum hari Raya Idul Fitri tahun ini.
"Nanti kami cek ke Departemen Pertanian, mereka alokasinya berapa dan dari Departemen Perdagangan mengajukan kuota berapa," ujar Viktor saat ditemui di Mabes Polri, Kamis (13/8).
(Lihat Juga: Pelaku Penimbunan Daging Sapi Bisa Terancam Lima Tahun Bui)Pengecekan tersebut terutama dilakukan menindaklanjuti penggerebekan lokasi penggemukan sapi Rabu (12/8) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyidik Bareskrim Polri juga sedang menggandekan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang diduga terkait dengan penimbunan ribuan sapi di Kabupaten Tangerang.
(Baca Juga: Polisi Bakal Periksa Tiga Pemilik Lokasi Penimbunan Sapi)Menurut Viktor, jika data-data yang dia kumpulkan menunjukkan ada kelebihan kuota maka besar kemungkinan ada tindak pidana dalam proses penimbunan sapi tersebut. Maka dari itu pengecekan menyeluruh harus dilakukan.
"Jika nanti ada kelebihan kuota maka itu masuk pidana dan kami akan proses," katanya.
(Baca Juga: Polri Temukan 4.000 Sapi Impor yang Ditimbun)Viktor mengaku dirinya telah melakukan diskusi dengan pihak Departemen Pertanian dan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha. Berdasarkan tinjauan langsung lapangan, Viktor mengatakan stok sapi di Indonesia masih cukup hingga bulan Desember 2015.
Sebelumnya Viktor mengatakan bahwa tersangka kasus penimbunan sapi bisa dipidanakan menggunakan Undang-Undang Perdagangan.
"Menurut Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha ada. Kami menganggap tindakan ini memengaruhi ekonomi negara makanya kami tindak," kata Viktor saat dihubungi, Kamis (13/8).
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, pasal di UU Perdagangan yang berhubungan dengan penimbunan adalah Pasal 29 ayat (1).
Dalam UU tersebut, pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.
Terusan dari Pasal 29 ayat (1) tersebut adalah Pasal 107 UU yang sama. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pelaku yang disebut pada Pasal 29 ayat (1) akan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda paling banyak Rp 50 miliar.
(utd)