Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri hukum dan ham Yasonna Laoly mengatakan pemerintah akan fokus menempuh jalur non yudisial untuk menyelesaikan persoalan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Saat ini, pemerintah masih mencari format terbaik dengan salah satu solusi permintaan maaf dari Presiden Joko Widodo.
Hal tersebut disampaikan Yasonna ditemui usai Rapat Paripurna DPR di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (14/8).
(Lihat Juga: Prasetyo Minta Keluarga Korban HAM Terima Rekonsiliasi)Yasonna mengatakan saat ini pemerintah, yang diwakili oleh dirinya, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Panglima TNI, serta Komnas HAM telah bertemu dan menyusun format penyelesaian pelanggaran HAM berat. Dari pertemuan tersebut diputuskan penyelesaian non yudisial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menempuh non yudisial dan sedang menyusun bagaimana formatnya. Kan, sudah beberapa kali ketemuan," kata Yasonna.
(Baca Juga: Komite Penyelesaian Pelanggaran HAM Bukan Ajang Cuci Tangan)Ketika ditanyai mengenai kemungkinan penyelesaian yudisial atau jalur hukum, Yasonna tidak menjelaskan secara pasti. Namun, dia menjelaskan penyelesaian yudisial pernah dicoba pemerintah. Sayangnya, ketika meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tidak berhasil dengan baik. Pengadilan Ad Hoc saat itu batal dibentuk.
Meski demikian, Yasonna menegaskan pemerintah akan berkomitmen untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. "Tapi jangan sampai menjadi persoalan yang tidak pernah selesai. Ini sudah persoalan beberapa periode tidak selesai. Masa dibiarkan jadi dosa keturunan," kata Yasonna.
Sebelumnya, Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraannya did epan anggota DPR dan DPD di Senayan, Jakarta, siang tadi menyatakan pemerintah berkomitmen untuk membentuk komite rekonsiliasi untuk pelanggaran HAM berat.
Namun, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar mengaku tidak kaget dengan isi pidato kenegaraan Presiden Jokowi yang membahas soal perkembangan penyelesaian pelanggaran HAM. Menurutnya, pidato tersebut menunjukkan perkembangan penuntasan kasus yang sedang jalan di tempat.
"Pidato soal HAM hanya mengulangi harapan. Di sektor ekonomi, Jokowi bicara hal terkini. Soal HAM, cukup stagnan, tidak ada yang maju," kata Haris di Jakarta, Jumat (13/8).
(utd)