Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly tengah mencari celah agar Presiden Joko Widodo bisa memberikan grasi kepada Antasari Azhar. Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu kini meringkuk di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tangerang setelah divonis 18 tahun penjara karena terbukti terlibat dalam pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
Menurut Yasonna, pemberian grasi merupakan kewenangan konstitusional presiden sepenuhnya melalui hak prerogatif tertinggi. Selain grasi, ucap dia, dengan hak prerogatif itu presiden juga berwenang memberikan amnesti, abolisi, dan mengangkat duta besar.
Namun, Yasonna menyayangkan bahwa hak prerogatif tersebut ternyata prosedurnya harus dibatasi dengan undang-undang. Ia menganggap itu sebagai pembatasan kewenangan presiden.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Politisi PDIP itu sebelumnya memaparkan perihal masukan dibutuhkan Presiden karena Mahkamah Agung (MA) telah memberikan pertimbangan bahwa jangka waktu pengajuan grasi Antasari sudah melewati batas waktu seperti yang diatur dalam Pasal 7 Ayat 2 Undang-undang Nomor 5 tahun 2010 tentang Grasi.
Dalam undang-undang itu disebutkan bahwa permohonan grasi diajukan paling lama dalam jangka waktu satu tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht).
"Presiden juga sudah mempertimbangkan waktu kemarin bertemu. Itu perhatian Presiden. Beliau melihat oke, tapi karena ada limitasi undang-undang itu menjadi persoalan," ujar Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (15/7).
Oleh sebab itu, Yasonna mengaku sedang menggodok kajian dari aspek konstitusi, aspek yuridis, dan prosedur agar presiden memiliki celah untuk memberikan grasi kepada Antasari. Draf kajian tersebut sudah ada, namun kewenangan penuh presiden itu bukan berarti bisa menabrak peraturan.
"Kajian sekarang (menunjukkan bahwa) hak prerogatif itu dijamin oleh UUD (Undang-Undang Dasar), tapi tata caranya dibatasi. Dengan membatasi itu, berarti itu limitasi kewenangan presiden," kata Yasonna.
(sur)