Jakarta, CNN Indonesia -- Polri enggan dibandingkan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyelesaikan perkara korupsi di Indonesia.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak mengatakan perkara dugaan korupsi kondensat tak bisa dibandingkan dengan perkara dugaan suap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Medan.
"TPPI kan kerugiannya bisa sampai US$ 154 juta. (Kasus suap hakim) sudah terlihat orang dan saksi-saksinya. Tak ada yang gelap. Jadi enggak bisa dibandingkan," ujar Victor di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (20/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, perkara kondensat mulai menguak ke permukaan ketika Bareskrim Polri menggeledah Kantor Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada 5 Mei lalu. Berkas pemeriksaan terhadap tiga tersangka pun baru rampung dan akan diserahkan ke Kejaksaan esok hari (21/8).
Kasus ini bermula ketika TPPI menjual kondensat bagian negara dari BP Migas sejak Mei 2009 hingga Maret 2010. Namun, pada prosesnya, penjualan justru mengakibatkan piutang negara sebesar US$ 160 juta atau Rp 2 triliun.
Sementara itu, perkara dugaan suap hakim dan panitera PTUN Medan mulai diusut KPK sejak ditangkap tangannya Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Tripeni Irianto Putro, Hakim Amir Fauzi, Hakim Ginting, panitera PTUN Medan Yusril Sofian dan pengacara anak buah OC Kaligis, Yagari Bastara pada 9 Juli lalu.
Lima hari setelahnya (14/7), KPK menetapkan status tersangka pengacara kondang Otto Cornelis Kaligis. Tak sampai sebulan, di 11 Agustus, KPK menyatakan berkas penyidikan Kaligis rampung dan diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum.
Kaligis sesungguhnya dijadwalkan untuk mengikuti sidang perdananya hari ini. Kendati demikian, majelis hakim Pengadilan Tipikor menunda sidang perdana karena permohonan jaksa KPK lantaran Kaligis sakit dan enggan hadir di ruang sidang.
TPPI Kasus RumitSebelumnya, Victor mengakui perkara dugaan korupsi penjualan kondensat negara yang melibatkan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas adalah kasus yang rumit.
"Kasus ini bukan kasus gampang, butuh ketelitian, ketekunan dan mental yang kuat karena banyak hambatan. Dokumennya juga banyak," kata Victor.
Victor memaparkan, tatkala menyidik kasus ini beberapa pihak telah mencoba mengajukan sogokan. Namun, ia enggan merinci siapa, apa saja dan berapa nilai tawaran yang diajukan kepada para penyidiknya.
"Kami ini merah putih-lah. Berapa pun godaan yang ada, kami enggak akan seperti itu. Publik tenang saja," ujarnya. Selain godaan materi, Victor berkata, proses penyidikan berlangsung alot karena para saksi kerap memberikan jawaban normatif kepada para penyidik.
(pit)