Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 300 kasus warga asing pelaku kejahatan siber (cyber crime) tercatat oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM selama paruh pertama 2015. Meski beroperasi di Indonesia, pelaku justru mengincar korban dari luar negeri.
Direktur Jenderal Imigrasi Ronny Sompie, Jumat (21/8), mengatakan, para pelaku hanya menjadikan Indonesia sebagai basis operasi.
"Mereka melakukan itu seolah berada di negara sendiri, melakukan penipuan warga negara asing yang ada di luar negeri," kata Ronny di kantornya, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga kini, Imigrasi masih mendalami motif para pelaku menjadikan Indonesia sebagai markasnya. "Kami memang belum tajam mendalami sampai ke situ, tapi ini tentu tidak bisa dibiarkan," kata Ronny.
Direktur Penyidikan dan Penindakan Mirza Iskandar mengatakan, evaluasi akan dilakukan terhadap aturan yang ada untuk mencegah adanya celah yang membuat warga asing tertarik melakukan kejahatan di Indonesia.
Meski korban kejahatan tidak berada di Indonesia, kata Mirza, Imigrasi akan terus mencari keberadaannya sehingga perbuatan para warga asing bisa diproses secara pidana. "Kami akan kejar terus, di manapun dia berada," ujarnya.
Jika tidak bisa ditemukan, maka minimal para pelaku akan dideportasi ke negaranya masing-masing. Tak hanya itu, Imigrasi juga langsung akan memasukkan mereka ke daftar hitam sehingga tidak bisa kembali ke Indonesia.
Kemarin sebanyak 48 orang warga asing ditangkap di Bali karena dokumennya bermasalah. Tak hanya itu, mereka juga diduga terlibat dalam tindak kriminal siber.
Mereka kini telah ditahan di rumah detensi imigrasi di Denpasar. Sementara itu, dugaan keterlibatan mereka dalam penipuan siber masih didalami oleh Kepolisian Daerah Bali.
(sur)