Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia, Yasona Laoly, mengatakan pemerintah tengah mengkaji opsi pemberian amnesti kepada tahanan politik asal Papua, Filep Karma, yang menolak mengajukan grasi.
"Opsinya sudah, ada pikiran itu (amnesti), tapi sekarang masih kita pikirkan dan dikaji," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (25/8).
Yasonna belum bisa menyebutkan kepastian soal waktu pemberian amnesti karena menurutnya untuk memberikan amnesti atau abolisi diperlukan proses pertimbangan politik di Dewan Perwakilan Rakyat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkaitan dengan hal tersebut, Yasonna juga mengatakan belum melakukan pembahasan kepada Komisi III di DPR karena masih dalam posisi melakukan kajian.
Menurutnya, Filep tak perlu mengkhawatirkan kebebasan hak-hak dasarnya karena pemerintah memiliki niat baik dalam memberikan pengajuan grasi. Selain itu, ia juga menyayangkan penolakan upaya pengajuan grasi yang telah coba diberikan pemerintah bersamaan dengan lima tahanan politik lain dari Papua yang sudah dibebaskan.
Diketahui, Filep dijatuhi hukuman penjara selama 15 tahun karena mengibarkan Bendera Bintang Kejora pada 1 Desember 2004. Pada 17 Agustus lalu, Filep mendapatkan remisi kemerdekaan yang membuat masa pidananya habis.
Akhir Mei lalu, asisten Filep yang bernama Ruth Naomi menyatakan Filep tidak akan mengajukan grasi kepada Presiden Joko Widodo. “Kalau grasi kan (seperti) meminta maaf. Bapak tidak mau,” ujar Naomi kepada CNN Indonesia.
Ketika itu, Jokowi baru saja mengunjungi Papua dan membebaskan lima tahanan politik Papua Merdeka yang ditahan di Penjara Abepura, Jayapura. Mereka adalah Linus Hiluka, Numbungga, Apotnagolik, Kimanus Wenda dan Yaprai Muri.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan, memastikan narapidana politik asal Papua yang akan segera menghirup udara bebas, Filep Karma, mendapatkan kebebasan berpendapat.
Pernyataan Luhut ini diungkapkan dalam menyikapi rencana Filep yang disebut enggan keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Abepura karena tidak merasa akan mendapatkan hak-hak dasarnya seperti hak mengeluarkan pendapat dan ekspresi.
"Kalau dia tidak mau keluar, tidak ada masalah. Tapi soal kebebasan berpendapat, saya kasih tahu sama dia, saya akan lindungi dia, sepanjang ikuti aturan main," ujar Luhut saat di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, (19/8).
(meg)