Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat Komunikasi Politik Tjipta Lesmana menilai seharusnya para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyuarakan dan melakukan penghematan anggaran ditengah situasi perekonomiana Indonesia yang tak kunjung membaik.
Penilaian tersebut disampaikannya menyikapi rencana DPR yang kembali ingin meloloskan megaproyek penataan kompleks parlemen yang diperkirakan menelan biaya Rp 1,6 triliun.
"Saat rakyat masih pada lapar, seharusnya DPR mengumandangkan penghematan," ujar Tjipta di kawasan Cikini, Jakarta, akhir pekan lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun kembali mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam mengeluarkan anggaran. Sebab, hal tersebut berkaitan dengan makin besarnya utang negara. Karena itu ia berharap rencana penataan kompleks parlemen harus dihentikan.
Lebih lanjut Tjipta mengatakan, DPR tidak berhak meminta dana yang hanya untuk kepentingan anggota dewan. Hal tersebut dikarenakan masih buruknya kinerja anggota dewan dalam sepuluh bulan terakhir, terutama di bidang legislasi. (Baca juga:
Pembangunan Gedung DPR Buat Rakyat 'Naik Darah')
Dari 37 rancangan undang-undang (RUU) yang ditetapkan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2015, baru dua yang disahkan menjadi undang-undang. Dua undang-undang tersebut adalah Undang-undang nomor 9 tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
"Undang-undang masih memble. Jangan minta bikin gedung lagi," tuturnya.
SIMAK FOKUS:
Kontroversi Megaproyek DPR RIPenataan kompleks parlemen ini dikenal dengan Reformasi DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Penataan kompleks pun dilakukan dalam tujuh tahap. Tahap pertama dimulai dengan membangun alun-alun demokrasi yang berbentuk plaza reformasi bagi publik. Tempat ini akan menjadi tempat unjuk rasa dan penyampaian aspirasi publik terbesar di Indonesia
Tahap kedua adalah membangun museum dan perpustakaan. Fahri mengungkapkan pembangunan tersebut akan menggunakan gedung bundar yang lama. Menurut Fahri Gedung bundar adalah ikon nasional yang mendunia dan kaya pengetahuan.
Tahap ketiga adalah membangun akses publik ke gedung DPR RI untuk mempermudah tamu dan publik agar bisa mengunjungi fasilitas yang ada di perpustakaan, museum, dan ruang sidang di kompleks parlemen tersebut. (Baca juga:
Tarik Ulur Pembangunan Gedung Baru DPR)
Selanjutnya, tahap keempat, adalah pusat pengunjung. Pusat pengunjung akan dikelola sebagai aktivitas menerima pengunjung harian untuk menimba ilmu, berdiskusi, dan berwisata. Tahap kelima adalah membangun ruangan pusat pengkajian legislasi dan revisi undang-Undang.
Tahap keenam adalah pembangunan ruang anggota dan tenaga dengan standar yang berlaku untuk semua anggota DPR dan staf pendukung. Saat ini, ujar Fahri, pembangunan sangat tidak terstruktur dan tiap anggota punya kreativitas ruangan masing-masing.
Tahap terakhir adalah integrasi kawasan untuk mengintegrasikan kawasan bagi anggota dan akan menjadi ikon baru dan menjadi tempat kunjungan warga negara Indonesia dan warga negara asing.
(sur)