LIPUTAN KHUSUS

Kala Wiji Thukul Menjelma pada Segala Rupa

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Rabu, 26 Agu 2015 12:45 WIB
Citra Wiji Thukul bertransformasi ke dalam berbagai bentuk karya seni. Cara lain zaman untuk menghormati segala upaya yang pernah ia lakukan bagi banyak orang.
Ilustrasi orang hilang. (FotoMaximum/Dok.Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bungah yang luar biasa dirasa 12 anak muda usai merampungkan sebuah mural di dinding bahu Jalan TB Simatupang, Jakarta, Februari tahun lalu. Tiga hari mereka bergulat dengan kuas dan cat. Dari satu tempat, berpindah ke tempat yang lain. Dari satu sajak, ke sajak lainnya.

Mereka bergerilya selama tiga hingga enam jam saban harinya. Hasilnya, potret penyair Thukul Widodo yang tenar dengan nama Wiji Thukul, menjelma segala rupa di 10 lokasi berbeda.

Thukul, begitu ia akrab disapa, seakan hadir menolak lupa dalam mural "Dinding Berpuisi". Pada mural berdasar warna coklat muda sepanjang 12 meter dan setinggi 2,5 meter di JL TB Simatupang, tertulis sebuah sajak yang telah ia cipta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan. Di sana bersemayam kemerdekaan," begitulah sajak itu berbunyi. (Baca juga: Jika Saja Wiji Thukul Masih Ada)

Di ujung sebelah kiri, lukisan Thukul tampak berdiri santai dengan kaus berwarna coklat gelap dan jaket coklat terang. Tak lupa, celana panjangnya yang juga berwarna gelap. Guratan wajahnya tampak letih, tangan kanannya sengaja dimasukkan ke dalam kantong jaket. Rambutnya dibiarkan berantakan.

Sosok Thukul entah di mana, tapi semangatnya menjalar dan terus membara. (Baca juga: Mengilustrasikan Jejak Hidup Wiji Thukul)

Ragam Rupa

Mural "Dinding Puisi" adalah salah satu kampanye sosial gerakan Barisan Pengingat yang digagas oleh novelis cum sastrawan Okky Madasari. Selain mural beragam rupa di titik-titik strategis di Jakarta dan Yogyakarta, gerakan ini juga menginisiasi kegiatan lain untuk mengenang Thukul. Kegiatan tersebut menyesuaikan dengan kegemaran anak muda kini.

"Sejak awal gerakan ini menyasar ke anak muda, sehingga semua jenisnya kegiatannya memang dirancang sesuai dengan pendekatan anak Kami mengadakan 'Run to Remember'," kata Okky.

Senada dengan Okky, anggota gerakan Yoel Fermi Kaban sepakat kegiatan berlari efektif untuk mengampanyekan suara anti diskriminasi dan pelanggaran HAM. Sembari berlari, Yoel dan anak muda lainnya mengajak untuk berpikir serta merenung mengapa ketidakadilan semakin kentara. (Simak Fokus: Selamat Ulang Tahun Wiji Thukul)

"Tujuannya adalah untuk menolak impunitas dan menolak lupa dengan cara populer. Ini cukup efektif. Saat ada exposure kegiatan, peserta bertambah dan orang jadi tahu," ucap Yoel.

Selain dua kegiatan itu, gerakan di bawah naungan Yayasan Muara ini juga menginisiasi penerbitan ulang buku Thukul bertajuk "Nyanyian Akar Rumput". Buku tersebut berhasil diterbitkan Kompas Gramedia dan kini tengah dalam proses pengarusutamaan.

"Bersama ASEAN Literary Fest, kita juga mendukung pemberian penghargaan pada Thukul Thukul dan menjadikan karya Thukul sebagai tema utama festival tahun 2014," kata Okky.

Selain itu, potret dan kisah Thukul akan ditampilkan dalam sebuah film layar lebar berdurasi panjang. Film ini disutradarai oleh anak muda berbakat dari kota pelajar, Yosep Anggi Noen.

"Dalam film, kita akan mengangkat sosok Thukul yang dikenal dengan karya-karyanya. Kami juga bakal mengangkat perjuangan-perjuangannya. Lokasi shooting ada di tanah kelahirannya, Solo," kata Yoel.

Saat ini, film tersebut tengah dalam proses pengerjaan oleh tim kreatif. Sejak tahun 2014, mereka sudah mulai menggarap naskah. Dua bulan mendatang, proses pengambilan gambar akan dmulai.
Mural-mural tentang Wiji Thukul di Jalan TB Simatupang, Jaksel, depan Cilandak Town Square, tahun 2014. (CNN Indonesia/Basuki Rahmat Nugroho)


"Awal 2016 akan ke layar lebar," kata Yoel.

Menyuarakan Ketidakadilan

Okky merangkul sejumlah anak muda untuk menyadari ada ketidakadilan yang terjadi di masyarakat melalui gerakan Barisan Pengingat. Ketidakadilan pun beragam wujud seperti pelanggaran HAM dan diskriminasi.

"Kami memilih Thukul sebagai ikon karena dia adalah sosok yang bisa jadi teladan bagaimana kita harus bersuara melawan ketidakadilan dengan cara apapun yang kita bisa," kata Okky saat berbincang dengan CNN Indonesia, Senin (24/8).

Thukul, menurut Okky, meluapkan emosinya melalui puisi. Penulis novel "Pasung Jiwa" ini pun juga menyarankan anak muda melawan dengan cara sesuai minat masing-masing.

Okky dan kawan-kawannya di gerakan tersebut sepakat Thukul adalah korban ketidakadilan. Thukul hilang tanpa ada yang bertanggung jawab.

"Gerakan ini akan terus mengingatkan dan menyuarakan upaya penegakan hukum untuk mencari Thukul dan menghukum yang bertanggung jawab menghilangkannya," ucapnya.

Jika Thukul masih hidup, usianya kini menginjak angka 52 tepat di Hari Rabu, 26 Agustus 2015. Okky, Yoel, dan para penggerak Barisan Pengingat mengharapkan hal yang sama, mengembalikan keadilan untuk Thukul.

"Harapannya jelas, pengusutan pada kasus hilangnya Thukul harus segera dilaksanakan dan diselesaikan. Kasus WT adalah bagian dari test case atas niat pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu," ujar Okky.

Okky pun menagih janji Presiden Joko Widodo yang saat kampanye berikrar untuk mengusut kasus pelanggaran hak asasi. "Jadi semoga dengan momentum ultah Thukul Thukul, Jokowi kembali ingat janjinya," katanya.

Yoel juga sepaham dengan Okky. Yoel menangarai masih ada kecurangan dalam kasus Thukul. Pemerintah pun didesak untuk peka dan mendengar keluhan anak muda soal ketidakadilan, sebagai generasi penerus bangsa.

Mengutip puisi Wiji Thukul, "Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan menganggu keamanan, maka hanya ada satu kata: LAWAN!" (sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER