2043, Indonesia dalam Ancaman Kepentingan Dunia

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Kamis, 27 Agu 2015 08:37 WIB
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak diimbangi ketersediaan kebutuhan hidup rentan memicu konflik baru.
Jenderal Gatot Nurmantyo saat dilantik sebagai Panglima TNI menggantikan Moeldoko di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 8 Juli 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan konflik-konflik di belahan dunia terjadi akibat persaingan kepentingan antarnegara untuk menguasai energi. Sebanyak 70 persen konflik yang terjadi di dunia disebabkan oleh adanya perebutan sumber energi.

Negara-negara yang memiliki sumber energi fosil seperti minyak, gas, dan batubara pada akhirnya menjadi tempat berkumpulnya kepentingan berbagai negara di dunia.

Hal itu dinilai wajar mengingat suatau negara wajib menjamin keselamatan warga dan mengamankan ketersediaan energi yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup bangsanya, baik itu yang berasal dari eksploitasi dalam negeri atau melalui kerja sama dengan luar negeri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, Gatot mencatat pada tahun 2011 British Petroleum (BP) mengeluarkan sebuah laporan yang menyatakan bahwa sisa energi fosil dunia tinggal 45 tahun lagi, sementara sisa energi fosil di Indonesia usianya hanya tinggal 11,8 tahun.

Berdasar pada temuan data tersebut, energi dunia diperkirakan bakal habis pada tahun 2056 dan Indonesia pada tahun 2023, dengan asumsi kebutuhan energi dunia tidak mengalami peningkatan.

Gatot mengatakan saat ini banyak pakar dan akademisi di seluruh dunia berusaha menciptakan energi baru pengganti energi fosil. Salah satu energi baru yang diciptakan adalah energi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, atau lebih dikenal dengan sebutan energi hayati.

Meski demikian, kecenderungan peningkatan penggunaan bio energi itu terlihat pada kurun 2007-2008 yang memicu krisis harga pangan dunia yang meningkat tajam hingga 75 persen. Antara lain disebabkan karena pengalihan harga pangan menjadi bio energi atau energi hayati.

Gatot menganggap kelangkaan pangan telah menimbulkan dampak mengerikan bagi dunia. Hal itu senada dengan data UNICEF yang mencatat adanya satu anak meninggal dunia setiap 2,1 detik atau hampir 15 juta anak setiap tahun karena kemiskinan, kelaparan, dan kesehatan yang buruk.

Di lain sisi, pakar statistik Laurence Smith dalam bukunya berjudul 'The World in 2050' menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk dunia meningkat dengan sangat pesat.

Jumlah satu miliar penduduk dunia pada tahun 1800 telah mengalami peningkatan menjadi 7 miliar penduduk pada tahun 2011. Smith memprediksi penduduk bakal bertambah satu miliar orang setiap enam tahun.

Gatot mencatat, jika tahun 2014 penduduk dunia telah mencapai 7,3 miliar jiwa dan dengan penambahan kebutuhan energi dunia sebesar 41 persen pada tahun 2035, maka energi fosil dunia diperkirakan bakal habis pada 2043.

"Satu-satunya harapan yang tersisa adalah pemanfaatan energi hayati sebagai penggerak kegiatan peradaban manusia. Pertanyaannya, bagaimana kondisi NKRI para masa itu?" ujar Gatot dalam seminar kebangsaan di Gedung DPR, Selasa (26/8).

Gatot menilai pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak diimbangi ketersediaan pangan, air bersih, dan energi rentan memicu konflik baru, baik intra maupun antarbangsa akibat perebutan sumber energi hayati.

Pada masa ketika energi fosil digantikan energi hayati, ujar Gatot, maka tempat konflik akibat perebutan energi akan mengarah pada bagian dunia yang mnjadi sumber pangan sekaligus sumber energi. Wilayah yang menjadi lumbung dari energi hayati tak lain adalah daerah-daerah yang ada di sepanjang ekuator, atau lintang garis khatulistiwa.

Dalam hal ini, kata Gatot, Indonesia sebagai salah satu negara di wilayah ekuator yang memiliki potensi vegetasi sepanjang tahun bakal menjadi arena persaingan kepentingan nasional berbagai negara.

"Yang sekarang perang mendapatkan energi fosil, nantinya perang akan ada di ekuator dengan bahan bakar energi pangan dan air. Dan itu pasti dilakukan. Walaupun saya bukan profesor bisa saya katakan itu pasti," ujar Gatot.

Untuk itu, ujar Gatot, dibutuhkan langkah antisipasi dan persiapan yang matang agar bangsa Indonesia mampu menjamin keutuhan dan kedaulatan NKRI tetap berdiri. Semua lapisan komponen bangsa perlu menyadari dan memahami bermacam tantangan dan ancaman yang saat ini berkembang.

Menurut Gatot, penghancuran sebuah bangsa tidak melulu terjadi lewat perang konvensional oleh negara musuh. Melainkan juga melalui cara-cara perang baru yang sering kali keberadaannya sukar dikenali secara nyata, namun memiliki efek penghancuran yang sama, bahkan bisa lebih dahsyat. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER