Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat, Eddie Siregar, melayangkan surat protes terhadap keberadaan karpet merah dan pemblokiran lift khusus pimpinan di Lobby Nusantara III, Gedung DPR-MPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Surat itu ditujukan kepada Sekretaris Jenderal DPR RI tertanggal 2 September 2015, dengan tembusan dilayangkan kepada pimpinan MPR, DPR dan DPD.
Dalam surat itu disebutkan bahwa ketika Pimpinan DPR menerima Perdana Menteri Timor Leste pada 26 Agustus 2015, lift di Gedung Nusantara III yang khusus digunakan pimpinan parlemen diblok dan dikunci, sehingga Pimpinan MPR tidak dapat menggunakannya dan tertahan cukup lama untuk menggunakan lift tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pimpinan MPR juga menilai keberadaan karpet merah di Lobby Nusantara III, mulai dari pintu masuk hingga lift, mengurangi kenyamanan. Terlebih karpet tersebut menunjukkan adanya perlakuan yang sangat khusus dan terhormat untuk pimpinan ketiga lembaga negara yang berkantor di gedung parlemen.
Sebaliknya, pimpinan MPR menilai keberadaan karpet merah itu mengurangi kewibawaan lembaga sebagai lembaga perwakilan rakyat.
"Sehubungan dengan itu, Pimpinan MPR meminta agar tidak ada lagi pemblokiran lift untuk Pimpinan dengan dalih apapun dan mencabut pemasangan karpet di Lobby Nusantara III, kecuali ketika ada tamu setingkat Kepala Negara/Pemerintahan," bunyi isi surat tersebut.
Kehadiran karpet merah di Gedung DPR menuai protes dari sejumlah pihak, termasuk di antaranya dari anggota DPR sendiri. Karpet merah yang terbentang dari pintu masuk hingga ke lift itu terpasang sejak April 2015 pada masa kepemimpinan Setya Novanto.
Wakil Ketua MPR, Oesman Sapta Odang, menilai kehadiran karpet merah telah mengganggu kenyamanan tamu yang hendak masuk ke Gedung DPR. Alasannya, karpet yang dibatasi pembatas garis berwarna merah itu hanya diperuntukkan oleh pimpinan DPR dan tamu yang dianggap penting. Selain mereka, tamu yang datang harus masuk melalui pintu samping yang dijaga Pamdal.
"Saya minta itu dicabut lah, orang lewat jadi terganggu," kata Oesman Sapta saat mengunjungi press room wartawan DPR.
Anggota Komisi III DPR, Ruhut Sitompul menyatakan pimpinan DPR seharusnya malu mendapat kritikan dari pimpinan MPR. Kehadiran karpet merah itu dianggap sebagai simbol yang terlalu mengagung-agungkan jabatan.
"Kenapa pimpinan DPR harus pakai karpet merah? Agar dihormati? Presiden saja tidak," kata Ruhut.
Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan menyatakan kehadiran karpet merah itu hanya sebatas kebutuhan protokoler untuk menerima tamu-tamu kenegaraan dan atau tamu penting lainnya. Namun dia menegaskan siapapun dapat melewatinya.
"Toh saya juga kadang memilih untuk tidak masuk lewat karpet merah jika memang dirasa risih," kata Taufik.
Kehadiran karpet merah awalnya dipasang untuk menyambut tamu negara dalam acara Konferensi Asia Afrika April 2015 lalu. Namun sejak saat itu karpet merah tidak pernah dilepas, dan membatasi akses tamu-tamu DPR yang hendak masuk ke Gedung DPR.
(meg)