WAWANCARA KHUSUS

Komjen Budi Waseso: Saya Dulu Dikenal Bergajul (5)

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Sabtu, 05 Sep 2015 16:20 WIB
Sejak kecil Komisaris Jenderal Budi Waseso dikenal teman-temannya sebagai kelompok bergajul -dimaknai sedikit nakal. Lahir dari ayah seorang pasukan khusus.
Ilustrasi Komisaris Jenderal Budi Waseso. (CNN Indonesia/Fajrian)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejak kecil Komisaris Jenderal Budi Waseso dikenal teman-temannya sebagai kelompok bergajul. Buwas dibesarkan di lingkungan keluarga tentara. Ayahnya, Kolonel (Purnawirawan) Dangir Marwoto, pernah bergabung dalam Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), pasukan pengganyangan kader simpatisan Partai Komunis Indonesia dibawah pimpinan Sarwo Edhi Wibowo.

Di ruang tamu rumah dinasnya, Jumat malam kemarin, jurnalis Prima Gumilang dari CNN Indonesia berbincang tentang jabatan, pekerjaan, keluarga, dan masa muda Budi Waseso. Berikut salah satu bagian petikan wawancaranya:

Bisa ceritakan masa kecil Anda di sekolah hingga masuk akademi?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ya saya kira kehidupan saya pada saat itu wajar-wajar saja, seperti anak muda jaman itu, ya. Tapi kalau dibandingkan sama sekarang, ya beda. Saya termasuk kelompok yang boleh dikata, kalau teman-teman saya SD, SMP, sampai SMA itu mengatakan, saya adalah kelompok-kelompok yang dulu istilahnya, bergajul. Bergajul itu sedikit nakal. Tidak mau diam, selalu cari gara-gara, termasuk kelompok itulah.

Kalau pacaran, ya biasa juga. Senang, tertarik sama yang cantik, ya memang jaman itu. Ibaratnya kalau ganti-ganti pacar, artinya kena lagi, besoknya sudah gak. Lusa kena lagi. Itu biasa, ya. Ya, saya kira wajar pada umumnya, seperti yang umum pada saat itu, pada jamannya. Tapi ketika saya masuk akademi ya sudah. Saya akhirnya putuskan ingin masuk akademi. Akabri pada waktu itu. Pada akhirnya, sistem pada zaman saya harus psikotes, dan psikotesnya menjatuhkan bakat saya di kepolisian. Saya akhirnya dijuruskan di kepolisian.  (Baca juga: Komisaris Jenderal Budi Waseso: Saya Tidak Buas (1))

Apa cita-cita Anda, awalnya?

Awalnya saya inginnya angkatan udara. Karena cita-cita saya sebenarnya ingin menjadi penerbang. Saya dulu, kalau tentara mungkin saya bosan. Karena memang dari kecil didikan tentara. Saya kecil, waktu tinggal di Solo, di Magelang, karena ayah saya tentara, sering berpindah-pindah. Waktu di Solo itu, saya sering lihat pesawat terbang, pesawat tempur. Jaman dulu masih Mustang, yang ada gambar ikan hiu, gagah sekali kayaknya. Itu masih belum sekolah. TK sering diajak liburan ke lapangan terbang. Di situlah saya kemudian tertarik. Wah, enak juga kalau bisa jadi pilot.

Saat memilih masuk akademi, apakah Anda pernah memimpikan pada titik sekarang ini?

Tidak. Saya itu prinsipnya begini, di akademi adalah untuk menuntut ilmu. Saya akan dibentuk sebagai seorang anggota Polri. Saya ikuti saja proses itu. Setelah lulus, merupakan satu kebanggaan bahwa saya bisa menjadi Perwira Polri.

Namun saya, kan dibesarkan oleh seorang ayah yang reputasinya adalah seorang tentara angkatan darat. Dan cara berpikirnya beda dengan tentara jamannya waktu itu. Jaman beliau bahwa memahami pemikiran yang memang saya pegang sampai saat ini, beliau menyampaikan pada saat itu, hidup adalah pilihan, dan dikala orang itu telah memilih jalan hidupnya itu harus bertanggung jawab.

Hampir sama dengan yang saya pikirkan tadi. Apapun profesinya. Negara ini dikatakan maju dikala generasi penerusnya lebih maju daripada generasi pendahulunya. Itu ayah saya almarhum yang mengatakan. Jadi kalau kamu anaknya saya, dan saya pangkatnya sekarang kolonel, kamu harus lebih di atas saya.

Kalau kamu sama kayak saya pangkat kolonel, berarti negara ini jalan di tempat. Kalau kamu gak mencapai kolonel, itu kemunduran. Saya pikir itu pemacu saya. Itu membuktikan bahwa pilihan saya tidak salah dan harus bertanggung jawab. Dan dengan itulah yang saya bilang, saya hati-hati dalam bekerja, dalam meniti karir ini. Bukan berarti takut. Tidak. Saya penuh kehati-hatian, prinsipnya ikuti sesuai dengan norma dan aturan hukum yang berlaku. Itu saja. (Baca juga:Komjen Budi Waseso: Saya Tidak Puas dengan Jabatan (2))

Pengalaman apa yang tidak terlupakan sejak Anda lulus Akademi?

Banyak, ya. Tapi yang paling sering kan saya selalu dianggap seperti begini saja, ya. Dulu waktu jadi Kapolres (Barito Utara), saya juga dianggap kontroversial ketika saya menangani illegal loging. Padahal ketika itu illegal loging seolah-olah dibiarkan. Tapi saya justru menindak. Bahkan Bupati saya nih, saya tangkap sendiri. Akhirnya putus. Lagi, akhirnya saya tangkap ketua dewan.

Saya pindah ke Makassar. Di sana, saya jadi pemimpin di depan massa, bukan pemimpin masa depan. Kerjanya tiap hari menangani unjuk rasa. Tapi itu tantangan.

Pada akhirnya saya jadi Propam Polri. Jadi polisinya polisi delapan tahun. Dan itu sangat luar biasa. Karena apa? Saya memeriksa polisi juga. Itu menarik dan bisa saya lalui.

Termasuk saya menegakkan hukum di Gorontalo ketika saya jadi Kapolda. Penegakan hukum korupsinya Gubernur saya. Walaupun pada akhirnya tantangannya saya dicopot dari Kapolda. Saya dijadikan dosen di Sespim Polri. Ya, enggak apa-apa.

Itulah perjalanan hidup saya. Di kala saya di Kapus Paminal, sebelumnya saya harus menangkap Pak Susno Duadji (Kabareskrim Polri 2010). Saya lakukan itu. Akhirnya naik pangkat saya jadi bintang pertama kali. Itulah pertama kali terjadi kemajuan menurut ayah saya, dan saya sudah mencapai kemajuan itu. Itu sudah selesai, kebanggaan saya. Saya tidak berpikir jadi Kabareskrim, karena kemajuan sudah terjadi, sudah saya lakukan. (Baca juga: Komjen Budi Waseso: Waktu dengan Keluarga Hampir Tak Ada (3))

Apa yang membuat Anda berani melakukan itu?

Kebenaran dan keyakinan.

Bagaimana Anda memaknai dua hal itu?

Tentunya kita harus memastikan benar atau salah. Kalau kita meyakinkan bahwa orang itu salah, itu harus kita lakukan langkah-langkah atau tindakan yang bersangkutan. Kalau benar harus kita bela, lindungi. Tapi semua itu harus berdasarkan aturan hukum. Dengan fakta. Itulah kebenaran, yang mendasari kita untuk melakukan langkah-langkah. Jadi tidak ada kepentingan, emosi, dendam. Itu yang paling penting.

Apa pengalaman menarik selama anda berkarir?

Banyak hal yang menarik. Kayak sekarang, kan menarik juga. Tiba-tiba saya lagi tugas begini terus diisukan mau dicopot, terus seolah dihubungankan dengan tugas. Ini menarik juga. Karena saya tidak merasa melakukan pelanggaran apa pun. Tapi kenapa kok dikonotasikan begitu. Ya, gak apa-apa. Itu resiko, konsekuensi dari tuas. Itulah yang memang harus dibuktikan. Pendapat masyarakat bisa saja salah, dikala kita menampilkan hal-hal yang salah. Banyaklah yang menarik. Kalau saya yang menarik itu kan kalau dikaitkan dengan tantangan-tantangan tugas. (sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER