Deretan 'Kasus' Kunjungan Luar Negeri DPR

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Selasa, 08 Sep 2015 10:45 WIB
Lawatan DPR ke luar negeri sejak lama dianggap berkasus. Seleksi izin dinas ke luar negeri sempat diperketat menjelang Pemilu 2014, namun kini kembali longgar.
Gedung DPR RI di Senayan, Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kunjungan kerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat ke luar negeri kembali menuai cibiran publik. Kali ini bahkan sungguh-sungguh menjadi blunder karena lawatan ‘kontroversial’ itu dilakukan oleh Ketua DPR Setya Novanto dan salah satu wakilnya, Fadli Zon.

Agenda resmi kunjungan tak jadi masalah, yakni untuk menghadiri 4th World Conference of Speakers of Inter-Parliamentary Union di New York, Amerika Serikat, 31 Agustus-2 September. (Baca: Daftar Rombongan yang Berkunjung ke Bersama Setya)

Persoalan muncul pada acara informal yang tak masuk dalam agenda resmi, yakni ketika Setya dan Fadli cs menggelar pertemuan dengan Donald Trump, bakal kandidat Presiden AS dari Partai Republik. Rombongan Setya juga ikut dalam konferensi pers Trump yang mirip suasana kampanye.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kecaman pun langsung datang dari berbagai pihak. Namun sesungguhnya ini bukan kali pertama publik menggunjingkan kunjungan kerja DPR ke luar negeri. Banyak kritik terlontar, menyebut berbagai lawatan itu alih-alih untuk kepentingan kerja parlemen, justru menjadi semacam ajang pelesiran –yang celakanya ekuivalen dengan terhamburnya anggaran negara. (Baca juga Agus Hermanto soal Setya-Trump: Penting untuk Berpikir 10 Kali)

Berikut sejumlah catatan kegiatan kunjungan kerja ke luar negeri para wakil rakyat yang menuai reaksi keras dari publik, seperti dihimpun oleh CNN Indonesia:

Maroko, September 2010

Kunjungan kerja ke Maroko pada akhir September 2010 menjadi sorotan luas setelah pengakuan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang mencengangkan. Saat itu Ahok masih menjabat anggota DPR dari Fraksi Golkar.

Ia menjadi bagian dari delegasi Grup Kerja Sama Bilateral DPR RI dan Parlemen Maroko. Bersama rombongannya, Ahok pun terbang ke Maroko di Afrika Utara.

Namun sesampainya di negeri orang, Ahok geram lantaran sejumlah rekan serombongannya memanfaatkan duit dinas untuk pelesiran ke negeri matador, Spanyol.

"Nyolong waktu, nyolong duit, lari ke Spanyol bawa uang dobel. Namanya kerjasama antarparlemen dengan Maroko, kok jalannya ke Spanyol?" ujar Ahok, kesal. (Baca selengkapnya: Kisah Ahok Saat Ikut Kunjungan DPR ke Maroko)

Yunani, Oktober 2010

Sekitar sebulah berselang setelah insiden lawatan ke Maroko itu, tepatnya Oktober 2010, 11 anggota Badan Kehormatan DPR berserta beberapa staf mereka melakukan kunjungan kerja ke Yunani di tenggara Eropa.

Mereka menyebut kunjungan itu dilakukan dalam rangka menyempurnakan tata tertib dan kode etik DPR, dan Yunani dipilih dengan alasan merupakan negara demokrasi tertua di dunia, yang etika anggota parlemennya di sana patut ditiru.

Entah alasan itu masuk akal atau tidak, yang jelas kunjungan itu menuai badai kritik karena dianggap tak terlalu penting untuk dilakukan.

Tekanan publik akhirnya membuat Ketua DPR saat itu, Marzuki Alie, angkat bicara. Dia menyatakan kunjungan kerja Dewan ke luar negeri perlu ditata dan disesuaikan kembali demi efisiensi anggaran.

Menurut Marzuki, penyempurnaan aturan bukan hanya diperlukan bagi alat kelengkapan dewan, tetapi juga sebagai pedoman bagi pimpinan DPR yang akan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap rencana kunjungan tersebut.

Inggris, Mei 2011

Di tengah masa reses anggota Dewan, Mei 2011, sebanyak 13 anggota Komisi X Bidang Pendidikan, Olahraga, dan Sejarah; serta anggota Badan Urusan Rumah Tangga DPR, berangkat ke Inggris untuk melakukan kunjungan kerja.

Masalah dimulai ketika mereka, untuk memanfaatkan sisa hari terakhir kunjungannya, memilih untuk menyambangi Stadion Old Trafford yang menjadi kandang klub sepak bola dunia Manchester United.

Keputusan untuk bertandang ke markas Setan Merah itu disepakati rombongan setelah mereka ‘mati gaya’ tak punya kegiatan di London.

Wakil Ketua BURT DPR saat itu, Indrawati Sukadis, menyatakan rekan-rekannya mengusulkan agar mereka berkunjung ke Old Trafford. Indrawati selaku pimpinan rombongan pun menyetujui ide itu sehingga berangkatlah 13 orang delegasi DPR di Inggris itu ke Old Trafford.

Di luar soal Old Trafford itu, para anggota DPR tersebut sesungguhnya pergi ke Inggris untuk studi banding mekanisme rumah tangga parlemen di negeri itu. Mereka yakin hal itu dapat meningkatkan sekaligus menguatkan kinerja DPR dalam melayani rakyat.

Australia, April-Mei 2011

Kunjungan ke Negeri Kanguru ini dilakukan oleh 16 anggota Komisi VIII Bidang Agama dan Sosial DPR untuk menggodok Rancangan Undang-Undang Fakir Miskin. Mereka mengagendakan dialog dengan pejabat-pejabat Australia mengenai fasilitas jaminan sosial di sana.

Namun ketika itu Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia menilai kunjungan kerja tersebut tak memetik banyak manfaat alias sia-sia, dan memboroskan anggaran negara.

Menurut PPIA, menyusun RUU Fakir Miskin tak harus sampai bertandang ke Australia. Apalagi, sindir mereka, banyak di antara anggota Dewan itu yang tak fasih Bahasa Inggris. Materi-materi yang dipaparkan pejabat Australia pun sesungguhnya dapat diambil lewat internet.

Jerman, November 2012

Rombongan Badan Legislasi DPR berkunjung ke negeri Der Panzer pada November 2012 untuk mengkaji penyusunan RUU Keinsinyuran.

Di Jerman, kegiatan para wakil rakyat mendapat ‘pengawalan’ ketat dari Perhimpunan Pelajar Indonesia di Berlin. Para pelajar mengkritisi kegiatan itu sebagai agenda mubazir dan ‘salah alamat.’

"Pertemuan dengan Deutsches Institut fur Normung bisa dibilang salah alamat karena DIN itu lembaga untuk standardisasi 'produk', bukan standardisasi profesi seperti yang menjadi agenda utama anggota DPR," kata Ketua PPI Berlin Yoga Kartiko kala itu.

Perancis dan China, Desember 2012

Lawatan ke Perancis dan China pada 10-16 Desember 2012 dilakukan secara terpisah oleh dua rombongan anggota Komisi IV Bidang Pertanian, Pangan, Maritim, dan Kehutanan DPR.

Kunjungan dalam rangka menyusun RUU Peternakan dan Kesehatan Hewan itu ditaksir menghabiskan dana lebih dari Rp1,2 miliar, dan memicu perdebatan karena tak semua anggota DPR setuju dengan kunjungan kerja itu.

Selain contoh-contoh lawatan di atas, masih ada deretan kunjungan DPR lainnya yang hampir selalu diprotes publik jika mengemuka.

Memasuki tahun 2013, menyusul hujan cercaan dari publik, Badan Kehormatan DPR membuat rekomendasi khusus kepada pimpinan DPR untuk menyeleksi izin dan anggaran kunjungan kerja ke luar negeri bagi anggota Dewan. Hal itu juga diperlukan demi transparansi dan pertanggungjawaban atas tiap lawatan.

Meski demikian seiring pergantian periode DPR, kunjungan kerja para anggota Dewan masih terkesan lepas dari pengawalan. Persoalan timbul ketika publik mendapati dugaan wakil-wakil rakyat mereka melakukan kegiatan menyimpang padahal mereka menggunakan anggaran negara untuk kunjungan-kunjungan itu.

Kehadiran dua pimpinan DPR pada jumpa pers Donald Trump pekan lalu membuat persepsi publik menguat bahwa anggota DPR belum bisa membedakan dengan benar antara kepentingan negara dengan kelompok atau pribadi.

Persoalan bertambah runyam dengan adanya pernyataan sepihak dari Setya Novanto ketika ditanya Trump apakah rakyat Indonesia menyukainya. Saat itu, tanpa pikir panjang, Setya menjawab, “Ya, sangat.”

Baca juga penjelasan Setya Novanto: Kehadiran di Jumpa Pers Trump Tak Langgar Etik (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER