Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo meminta hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan peninjauan kembali (PK) putusan praperadilan kasusnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut Hadi, PK hanya dapat diajukan oleh pihak yang menyandang status terpidana dalam sebuah perkara. KPK, yang bukan terpidana dalam kasus penerimaan permohonan keberatan wajib pajak PT Bank Central Asia Tbk Tahun 1999, dipandang tidak bisa mengajukan PK.
"Dalam Undang-Undang KUHAP itu PK hanya untuk terpidana atau ahli warisnya. Ada di pasal 263 ayat 1 KUHAP. Pada Surat Edaran Mahkamah Agung tahun 2014 di point tiga juga, Jaksa tidak berhak mengajukan PK," ujar Hadi di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan, Rabu (9/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hadi terlihat datang tanpa didampingi kuasa hukum pada sidang PK praperadilan perkaranya hari ini.
Menurutnya, kuasa hukum tidak perlu ada karena permohonan PK oleh KPK jelas melanggar aturan dalam KUHAP. Padahal, Hadi diketahui sempat meminta penundaan sidang PK praperadilan perkaranya dua pekan lalu karena ingin mencari kuasa hukum saat itu.
"Sudah nyata sekali subjek hukumnya tidak bisa mengajukan PK. Makanya kami tidak jadi membawa kuasa hukum karena sudah jelas," kata Hadi.
Mendengar keberatan yang dilayangkan Hadi, tim kuasa hukum KPK berkata akan menyampaikan replik, atau jawaban, pada agenda sidang PK pekan depan. Namun, KPK melalui kuasa hukumnya mengatakan jika pengajuan PK praperadilan perkara Hadi sudah sesuai dengan Surat Edaran MA Nomor 4 Tahun 2014.
"Kita menemukan ada beberapa putusan MA yang menerima permohonan PK terhadap putusan. Kemudian ada Surat Edaran MA yang memperbolehkan diajukannya PK terhadap putusan kalau ada kekeliruan," ujar salah satu tim kuasa hukum KPK, Anatomi Muliawan, saat ditemui setelah sidang usai.
Pada sidang PK tadi, KPK tidak membacakan kembali permohonannya di hadapan hakim. Menurut KPK, permohonan PK sudah jelas terdapat dalam pengajuan yang telah diberikan. Pembacaan permohonan PK juga tidak dilakukan untuk efisiensi waktu persidangan.
PK terhadap putusan praperadilan perkara nomor 36/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel diajukan KPK karena mereka menilai ada sejumlah putusan hakim PN Jakarta Selatan yang melampaui wewenang. Pada putusan praperadilan Hadi, hakim meminta KPK untuk menghentikan proses penyidikan dalam perkara yang menjerat Hadi.
"Itu bertentangan dengan Undang-undang KPK. Poinnya itu saja," kata Anatomi.
Jika PK dikabulkan, putusan praperadilan yang membatalkan status Hadi sebagai tersangka dalam kasus penerimaan permohonan keberatan wajib pajak PT Bank Central Asia Tbk Tahun 1999 kepada Bank BCA, menjadi tidak sah.
Hadi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 21 April 2014. Ia diduga menyalahgunakan wewenang sehingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp375 miliar dan menguntungkan pihak lain. Tak terima, Hadi menggugat penetapan tersangka ke pengadilan.
Hakim PN Jakarta Selatan, Haswandi, kemudian membatalkan status tersangka Hadi. Haswandi berpendapat penyelidik dan penyidik KPK yang mengusut kasus Hadi tidak sah lantaran tak berasal dari Kepolisian. Haswandi juga memerintahkan KPK menghentikan penyidikan kasus Hadi.
(meg)