Jakarta, CNN Indonesia -- Deputi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Diah Setia Utami menilai pelayanan panti rehabilitasi milik lembaganya dan pemerintah belum optimal menangani pengguna narkotika yang sudah kronis. Perlu ada pembenahan pelayanan di rumah sakit dan panti rehabilitasi lainnya untuk optimalisasi rehabilitasi pecandu.
Saat ini, BNN memiliki empat rehabilitasi yang tersebar di beberapa wilayah yakni Panti Lido Sukabumi, Makassar, Samarinda dan Batam. Empat panti itu, menurut Diah, belum mampu menampung jumlah pengguna narkotika yang harus dipulihkan.
Selain menyediakan pusat layanan rehabilitasi, BNN juga memerankan fungsi peningkatan kemampuan untuk para pelatih rehabilitasi di sejumlah daerah. Pegawai BNN memberikan pelatihan dan peningkatan kapasitas pengetahuan tentang narkotika serta penanganannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di UU Narkotika yang punya kewenangan untuk melaksanakan rehabilitasi ada dua kementerian. Untuk medis, ada Kementerian Kesehatan dan sosial untuk Kementerian Sosial. Selama ini panti yang ada belum cukup," kata Diah ketika berbincang dengan CNN Indonesia, Rabu (9/9).
Diah melanjutkan, Kementerian Kesehatan berkewajiban memantau pelaksanaan panti rehabilitasi di 34 Rumah Sakit Jiwa (RSJ) sesuai dengan amanat undang-udang. "Di setiap RSJ harusnya menyediakan 10 persen dari kapasitasnya untuk melayani pengguna narkotika. Tapi di lapangan, tidak semua RSJ memberikan layanan," kata Diah.
Terlebih, muncul stigma di maysarakat bahwa RSJ hanya menangani orang gila dan gangguan saraf lainnya. Padahal, kata Diah, RSJ juga melayani konsultasi dengan para psikiater yang dibutuhkan oleh pecandu narkotika kelas kakap. Selain itu, Kementerian Kesehatan melalui sejumlah rumah sakit umum juga dinilai belum maksimal melayani rehabilitasi dengan metode rawat inap.
Data Kementerian Sosial tahun 2014, jumlah panti rehabilitasi yang berada di bawah naungan pemerintah adalah 105 panti. Dua di antaranya dikelola langsung pemerintah pusat dan lima panti dikelola pemerintah daerah.
Sebanyak 98 lainnya dimiliki dan dikelola langsung oleh masyarakat. Dari seluruh panti, kapasitas klien sebanyak 1.725 orang.
Rehab melalui lembaga swadaya masyrakat, menurut Diah, dapat dimaksimalkan melalui pengawasan dari pemerintah. "Rehab tidak harus dengan panti, tapi bisa lewat rumah sakit dan lembaga swadaya masyarakat dijalankan dan di bawah pemerintah supaya tidak ngawur," ujarnya.
Merujuk catatan BNN, dari sekitar 4 juta pengguna narkotika di Indonesia, hampir 25 persen merupakan pencandu kronis yang perlu dimasukkan dalam panti rehabilitasi. Sementara sebanyak 75 persen lainnya, sekitar 3 juta orang, dapat menjalani rehabilitasi rawat jalan.
"Masyarakat harus menerima stigma bahwa mereka adalah orang sakit yang harus dibantu bukan kriminal dan jangan takut untuk melaporkan anak dan keluarganya ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) supaya mereka mendapatkan pelayanan," ujarnya.
(rdk)