Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Budi Waseso akan melakukan evaluasi soal rehabilitasi pecandu narkotika. Sejak awal dilantik, Buwas, begitu dia biasa disapa, ingin menghapuskan rehabilitasi dalam Undang-Undang Narkotika.
Untuk itu, Buwas akan melalukan evaluasi soal rehabilitasi. Dia berencana untuk mengundang beberapa pihak terkait.
"Nanti kita akan evaluasi bersama praktisi hukum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Polri, dan seluruh masyarakat," kata Buwas saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Rabu (9/9). (Baca juga:
Buwas Sebut Masuknya Narkoba dari Jalur Laut Sulit Dicegah)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembicaraan perihal evaluasi tersebut, kata Buwas akan berujung pada perumusan undang-undang yang efektif terkait rehabilitasi.
Menurut Budi, Undang-Undang Narkotika memang perlu diievaluasi agar tidak ada pengedar narkotika yang berlindung di bawah naungan cap pengguna narkotika.
"Rehabilitasi menjadi beban negara karena biayanya dibebankan pada negara. Kita evaluasi bukan berarti dihapuskan, hanya ingin agar ada efek jera bagi orang yang mencoba-coba mengonsumsi narkotika,” kata Buwas.
Sebelum disumpah sebagai Kepala BNN, Buwas berpendapat bahwa rehabilitasi narkotika hanya merugikan negara dua kali. Pertama, para bandar narkotika banyak yang berlindung di Undang-Undang Narkotika karena ada pasal soal rehabilitasi. Para bandar mengaku sebagai pemakai. (Baca juga:
Ratusan Kilo Narkotik Jalur Sumatra Bernilai Rp174 Miliar)
Padahal, menurut Buwas, kejahatan narkotika di Indonesia sudah sangat besar hingga perlu tindakan tegas. Kerugian kedua negara adalah rehabilitasi itu menggunakan uang negara. "Rehabilitasi itu merugikan negara dua kali,” tegas Buwas.
Soal rehabilitasi, Kementerian Hukum dan HAM menyatakan program pemerintah untuk merehabilitasi pecandu narkotika harus tetap dilangsungkan. Jika tidak direhabilitasi dan langsung dibui, maka masalah kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) atau rumah tahanan (rutan) bakal terus berlangsung. (Baca juga:
Warisan Kasus Kontroversial Buwas untuk Anang Iskandar)
"Sebaiknya pecandu narkotika tidak dimasukan ke lapas atau rutan. Tempat terbaik untuk merehabilitasi pecandu narkotika bukan di lapas atau rutan," kata Kepala Subdit Komunikasi Direktorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM Akbar Hadiprabowo.
Akbar menyebutkan jumlah penghuni membeludak di sekitar 450 lapas dan rutan. "Saat ini penghuni lebih dari 172 ribu sementara kapasıtas hanya 119 ribu," kata Akbar.
Dari total angka penghuni, jumlah orang yang mendekam di rutan dan lapas untuk kasus narkotika terbilang signifikan yakni sebanyak 28,48 persen atau berjumlah 49 ribu.
(hel)